(( Menu Halaman )) - (( Qur'an )) (( Hadits ))
  • Al-Qur'an dan Hadits Sebagai Petunjuk Hidup

    Nabi Muhammad saw telah mewariskan 2 hal kepada kita sebagai petunjuk kehidupan apapun yang berkaitan dengan kehidupan, yaitu Al-Qur'an dan Hadits

  • Masalah - Solusi - Sukses

    Ketika kita dihadapi dengan berbagai masalah kehidupan, kita harus mencari solusi untuk sukses.

  • Pondok Pesantren Digital

    Pondok Pesantren Digital adalah Media Belajar Agama Islam secara digital berbasis online yang dapat di akses melalui Smartphone, Laptop ataupun Komputer dengan system khusus

  • Solusi Terbaik Mengatasi Masalah

    Bagaimana kita dapat mengatasi berbagai permasalahan hidup apapun masalahnya di sini kami beritahu solusi terbaik yang pasti berhasil.

Tanya jawab tentang Sholat


 

1. Bagaimana riwayat perintah salat?

Perintah untuk melakukan salat terdapat di dalam Alquran, antara lain, surah Al Baqarah (2):43 yang artinya "Dirikanlah salat dan tunaikanlah zakat". Di bagian lain, Alquran juga menyebutkan kewajiban salat lima waktu seperti kita pahami dari ayat berikut: "Dirikanlah salat sejak sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah juga salat) fajar (subuh). Sesungguhnya, salat fajar (subuh) disaksikan (oleh malaikat) (QS al-Isra' (17): 78).

Terbaca di atas bahwa waktu yang disebutkan oleh ayat itu ada tiga, yakni sesudah matahari tergelincir, gelapnya malam, dan waktu fajar atau subuh. Yang dimaksudkan dengan "sesudah matahari tergelincir" adalah waktu Zuhur dan waktu Asar; "gelapnya malam" adalah waktu Maghrib dan Isya; "fajar" atau subuh adalah waktu salat Subuh.

Terdapat puluhan hadis yang menguraikan penjelasan Rasulullah SAW. tentang adanya lima waktu salat. Di antaranya dalam Shahih Bukhari disebutkan, ada seseorang datang kepada Rasulullah SAW dan bertanya tentang Islam. Rasulullah menjawab, "Salat lima waktu sehari semalam." Di dalam hadis itu Rasulullah juga menerangkan tentang puasa dan zakat.

2. Apa itu makmum masbuk dan bagaimana hukum makmum yang gerakannya mendahului imam?

Seorang makmum dikatakan masbuk apabila tertinggal satu rakaat atau lebih.

Makmum tidak boleh mendahului atau membarengi gerakan imam. Banyak hadis yang mencela makmum yang mendahului atau menyamai gerakan imam, di antaranya yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Tidakkah orang yang mengangkat kepalanya sebelum imam takut kalau Allah akan mengganti kepalanya dengan kepala keledai?" (HR Muslim)

(Muhammad Arifin, Dewan Pakar Pusat Studi Alquran)


3. Pentingkah meluruskan dan merapatkan saf, dan apa hukumnya bagi yang melalaikan?

Meluruskan dan merapatkan barisan (saf) salat merupakan anjuran Nabi SAW untuk menyempurnakan salat jamaah. Salat jamaah tetap sah meskipun barisan kurang lurus atau kurang rapat, tapi ia menjadi kurang sempurna dalam arti nilainya berkurang.


(Muhammad Arifin, Dewan Pakar Pusat Studi Alquran)

4. Ketika imam membaca surat pendek, apa yang harus dilakukan makmum, diam menyimak atau membaca Al Fatihah?

Menyimak dan mendengarkan baik-baik bacaan imam.

(Muhammad Arifin, Dewan Pakar Pusat Studi Alquran)


5. Apa yang harus makmum lakukan jika imam sudah menyelesaikan bacaannya dan melanjutkan ke gerakan berikutnya sedangkan makmum masih belum menyelesaikan bacaan?

Mengikuti imam segera setelah gerakan imam, namun disarankan agar imam tidak terlalu cepat dan tidak pula terlalu lambat agar dapat diikuti oleh makmum yang bermacam-macam kemampuan bacaannya.

(Muhammad Arifin, Dewan Pakar Pusat Studi Alquran)

6. Bagaimana Rasulullah menjamak salatnya?

Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari sahabat Nabi, Anas bin Malik, dinyatakan bahwa Rasulullah SAW —bila melakukan perjalanan sebelum masuknya waktu Zuhur— menunda salat Zuhur ke waktu Asar, dan kemudian melaksanakan keduanya dengan jamak.

Akan tetapi, bila telah masuk waktu Zuhur sebelum berangkat, beliau mengerjakan salat Zuhur (saja) terlebih dahulu. Demikian pengamalan Rasul SAW dalam menjamak salat Zuhur dan Asar. Salat dapat dilakukan di atas kendaraan, tidak harus menunggu sehingga mengakibatkan habisnya waktu.

(M Quraish Shihab, Dewan Pakar Pusat Studi Alquran)


7. Apa boleh salat Subuh setelah terbit Matahari karena malamnya berhubungan dengan istri tapi malas mandi waktu Subuh?

Batas akhir waktu salat Subuh adalah terbitnya matahari. Salat Subuh tidak bisa dilakukan setelah terbit matahari, apalagi 'hanya' karena alasan malas mandi setelah berhubungan suami istri. Demikian, wallahu a'lam.

(M Quraish Shihab, Dewan Pakar Pusat Studi Alquran)

8. Sah atau tidak salat orang bertato?

Memang, Islam melarang tato, bahkan mengutuk perbuatan ini dengan kutukan yang amat besar, apalagi pada masa Nabi Muhammad SAW di mana tato yang 'menghiasi' badan sementara orang-orang musyrik berupa gambar-gambar yang mengandung lambang mempersekutukan Allah.

Tato harus dihilangkan. Namun demikian, agama Islam tidak membebani seseorang melebihi kemampuannya sehingga kalau bekas tato itu telah diusahakan untuk dihapus tetapi tidak berhasil, atau karena yang bersangkutan tidak mampu memikul biaya menghapusnya, maka insya Allah, Tuhan akan mengampuninya selama yang bersangkutan telah menyadari kesalahannya, bertekad untuk tidak mengulanginya lagi, dan memohon ampunan-Nya. Salatnya pun insya Allah akan diterima oleh-Nya.

(M Quraish Shihab, Dewan Pakar Pusat Studi Alquran)


9. Batalkah wudu jika bersentuhan dengan wanita (istri atau bukan istri) dan sebaliknya?

Ada satu hadis yang bersumber dari A'isyah RA yang menyatakan bahwa Rasul SAW mencium istri beliau, kemudian menuju ke masjid untuk salat tanpa berwudu. Hadis ini menjadi pegangan sementara ulama untuk menilai bahwa ciuman seorang suami kepada istrinya tidak membatalkan wudu.

Akan tetapi, ada juga ulama yang menilai, jangankan ciuman, persentuhan pria dan wanita pun sudah membatalkan wudhu, baik disertai syahwat maupun tidak.

Pandangan moderat mengatakan bahwa wudu baru batal jika lahir rangsangan syahwat akibat persentuhan atau ciuman itu. Perbedaan pendapat ini lahir dari perbedaan penilaian terhadap hadis-hadis Nabi SAW. Demikian, wallahu a'lam.

(M Quraish Shihab,Dewan Pakar Pusat Studi Alquran)


10. Apakah salat Duha harus membaca as-Syam dan adh-Dhuha?

Salat duha boleh membaca surat apa saja yang dikuasai, tidak harus asy-Syams dan adh-Dhuha.


(M Quraish Shihab, Dewan Pakar Pusat Studi al-Qur’an)

11. Berdoa baiknya menggunakan bahasa yang kita mengerti atau Bahasa Arab?

Imam an-Nawawi dalam bukunya Al-Majmu' menjelaskan bahwa doa di dalam salat tidak membatalkan salat. Hanya saja dinyatakannya pula bahwa ada dua macam doa yang dapat tergambar ketika seorang salat, yaitu doa dalam bahasa Arab dan doa selain dari bahasa Arab.

Adapun doa dalam bahasa Arab yang pernah diajarkan Nabi, maka para ulama sependapat tentang bolehnya, sedang doa yang tidak pernah diajarkan Nabi Muhammad SAW —walaupun dalam bahasa Arab— maka ulama berbeda pendapat tentang boleh tidaknya. Ini berkaitan dengan pemahaman tentang larangan berbicara/mengucapkan kata-kata yang tidak pernah diajarkan Nabi.

Seperti diketahui salat adalah ibadah murni yang cara dan bacaannya telah diajarkan dan atas dasar itu Nabi bersabda dalam hadisnya yang amat populer, "Salatlah sebagaimana kamu melihat saya salat."

Saya cenderung membenarkan berdoa dengan doa apa pun—baik yang pernah diajarkan Nabi maupun yang tidak pernah diajarkannya- baik dalam bahasa Arab atau bahasa selainnya. Bukankah Nabi SAW mengajarkan bahwa, "Sedekat-dekat seseorang kepada Allah, adalah pada saat dia sujud dan karena itu perbanyaklah berdoa ketika itu" (HR. Muslim, Abu Dawud, dan an-Nasa'i, melalui Abu Hurairah).

Anjuran untuk memperbanyak doa tersebut bukan hanya dari apa yang diajarkan Nabi SAW, tetapi mencakup segala yang diharapkan seorang Muslim, yang tentu saja beraneka ragam bahasa mereka, bahkan sebagian besar tidak dapat berbahasa Arab. Demikian, wallahu a’lam.

(M Quraish Shihab, Dewan Pakar Pusat Studi al-Qur’an)

12. Apakah mata kaki tidak boleh tertutup pada waktu salat?

Memang ada beberapa hadis yang menyebutkan ancaman keras bagi orang yang melakukan isbal (menjulurkan atau memanjangkan) pakaian hingga menutup mata kaki. Di antaranya hadis dari Abu Dzar yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, dan dari Abi Hurairah yang diriwayatkah oleh Imam Bukhari.

Tetapi ada juga hadis-hadis lain, yang juga diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim, yang menyebutkan bahwa larangan itu lebih didasarkan pada sikap sombong pelakunya dengan menjulurkan pakaian hingga menutup mata kaki.
 
Abu Bakar RA pernah mengadu kepada Rasulullah bahwa salah satu belahan sarungnya selalu menjulur kecuali kalau ia tarik terus menerus. Rasulullah menanggapi hal itu dengan mengatakan, "Anda tidak termasuk orang yang melakukannya karena sombong."

Dari situ dapat disampaikan bahwa menjulurkan pakaian hingga menutup mata kaki yang didorong sikap sombong termasuk dosa besar. Tetapi kalau tidak didasari sikap sombong maka itu adalah boleh. Demikian, wallahu a'lam.

(M Arifin, Dewan Pakar Dewan Pakar Pusat Studi Alquran)


13. Bolehkan bergonta-ganti jumlah rakaat tarawih?

Sepanjang ikhlas mengerjakannnya, meskipun berganti jumlah rakaat insya Allah tetap mendapat pahala dari Allah. Demikian, wallahu a'lam.

(Ali Nurdin, Dewan Pakar Pusat Studi Alquran)



14. Bolehkah menangis tersedu-sedu saat salat?

Jika menangis terjadi karena kekhusyukan menghayati ayat yang dibaca atau didengar dari imam, itu tidak mengapa. Ingus yang keluar mengenai mukena atau sajadah tidak membatalkan salat, dan ingus bukan najis. Tetapi apabila menangis itu terjadi karena hal-hal yang tidak berhubungan langsung dengan salat, itu dapat membatalkan salat. Demikian, wallahu a'lam.

(Huzaema Tahido, Dewan Pakar Pusat Studi Alquran)


15. Apa yang dilakukan makmum  saat imam membaca ayat/surat pendek?

Pada saat imam membaca surah lain setelah al-Fatihah, makmum sebaiknya diam dan mendengarkan bacaan imam dan tidak menyibukkan diri sendiri meskipun dengan membaca surat pendek lain yang dia hafal.

(Muhammad Arifin, Dewan Pakar Pusat Studi Alquran)

16. Apa hukum salat Jumat bolong-bolong?

Salat Jumat hukumnya wajib, meninggalkannya tanpa alasan yang dibenarkan agama adalah dosa. Demikian, wallahu a'lam.

Bila seseorang tidak bisa melaksanakan salat Jumat karena uzur (sakit, dll) ia bisa menggantinya dengan salat dzuhur. Demikian, wallahu a'lam.

(Muhammad Arifin, Dewan Pakar Pusat Studi Alquran)


17. Apakah benar hari Jumat untuk wanita salat Zuhurnya harus menunggu sampai pria selesai salat Jumat?

Wanita boleh melakukan salat Zuhur pada hari Jumat tanpa menunggu sampai jamaah selesai melakukan salat Jumat. Demikian pendapat Ibnu Qudamah dalam kitab al-Mughni-nya. Wallahu a’lam.

(Muhammad Arifin, Dewan Pakar Pusat Studi al-Qur’an)



18. Apakah berwudu saat ber-make up tebal sah?

Salah satu syarat sahnya wudu adalah tidak ada hal yang menghalangi air untuk mengenai kulit, seperti dibahas dalam buku Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh karya Syaikh Wahbah az-Zuhaili. Itu artinya bahwa bedak, lipstik, atau make-up yang berlebihan atau terlalu tebal dan dapat menghalangi terkenanya air ke kulit wajah, menjadikan wudu tidak sah. Demikian, wallahu a'lam.

(Muhammad Arifin, Dewan Pakar Pusat Studi Alquran)


19. Apa beda salat tarawih, tahajud dan salat lail?

Mayoritas ulama mengartikan tahajud sebagai salat malam sesudah tidur malam. Tarawih dilaksanakan sesudah Isya, baik sebelum maupun sesudah tidur. Oleh karena itu, mereka membedakannya. Memang, keduanya dinamai salatullail, tetapi tarawih khusus untuk bulan Ramadan, sedangkan tahajud sepanjang tahun. Nabi SAW masih salat setelah tahajud dan atau tarawih, paling tidak, salat witir. Demikian, wallahu a'lam.

(M Quraish Shihab, Dewan Pakar Pusat Studi Alquran)


20. Bolehkah salat tarawih sendirian?

Anda boleh mengerjakan salat tarawih di rumah dan boleh sendirian. Nabi SAW pernah melakukan salat tarawih di rumah. Waktunya setelah salat Isya sampai dengan menjelang fajar. Demikian, wallahu a'lam.

(Muhammad Arifin, Dewan Pakar Pusat Studi Alquran)

21. Apakah salat Jumat sah jika datang saat khotib sudah naik mimbar?

Setidaknya ada dua pendapat mengenai hal ini. Mazhab Hanafi berpendapat bahwa makmum yang dapat mengikuti salat bersama imam, walau pada sebagian salatnya, ia sudah dinilai salat Jumat bersama imam, meskipun hanya mendapati imam sedang bertasyahhud.

Pendapat lain, yaitu pendapat mayoritas mazhab fikih, jika makmum dapat mengikuti imam salat Jumat pada rakaat kedua ia dinilai mengikuti salat Jumat, tetapi jika ia tidak dapat mengikuti imam pada rakaat kedua maka ia harus menyempurnakannya dengan salat Zuhur. Dari situ, dapat dipahami bahwa meski terlambat dan Anda datang ke masjid pada saat khatib telah naik mimbar, salat Jumat Anda dinilai sah karena masih dapat mengikuti salat bersama imam secara utuh dua rakaat.

Meski demikian, menyegerakan datang ke masjid untuk salat Jumat sangat dianjurkan. Dalam hadis Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari, dan juga oleh Muslim, antara lain disebutkan bahwa orang yang datang pada kesempatan pertama seolah-olah berkurban dengan seekor unta, yang datang pada kesempatan kedua seolah-olah berkurban dengan sapi, yang datang pada kesempatan ketiga seolah-olah berkurban dengan seekor kambing, yang datang pada kesempatan keempat seolah-olah berkurban dengan seekor ayam, dan yang datang pada kesempatan kelima seolah-olah berkurban dengan sebutir telur. Demikian, wallahu a'lam.

(Muhammad Arifin Dewan Pakar Pusat Studi Alquran)

22.  Bolehkah membaca surat pendek berulang-ulang setelah al-Fatihah pada waktu salat tarawih di rakaat berikutnya?

Boleh. Tidak ada ketentuan harus membaca surat yang berbeda dalam rakaat yang berbeda.

(Muhammad Arifin, Dewan Pakar Pusat Studi Alquran)


23. Bagaimana hukum salat di kediaman keluarga yang non muslim? Apakah salat sah?

Tidak ada larangan salat di rumah non-Muslim, selama tempat salat yang digunakan tidak najis, dan tidak ada juga di sekitar tempat salat itu benda atau patung yang dijadikan simbol yang mengandung kesan syirik/ mempersekutukan Tuhan. Salat Anda tetap sah. Demikian, wallahu a'lam.

(M Quraish Shihab, Dewan Pakar Pusat Studi al-Qur’an)


24. Apakah sah salat jika pikiran melayang?

Salat tetap sah kalau ketika salat pikiran kita terganggu (secara tidak sengaja terlintas hal-hal lain di luar salat, sementara hati tetap berkeinginan keras untuk bisa khusyuk) sehingga tidak bisa konsentrasi 100% tertuju kepada Allah.

Salat akan batal kalau dengan sengaja kita memikirkan hal-hal lain di luar salat. Kekhusyukan bukan syarat sahnya salat, tapi syarat sempurnanya salat. Salat yang tidak khusyuk tentu kualitasnya berkurang. Demikian, wallahu a'lam.

(Muhammad Arifin, Dewan Pakar Pusat Studi Alquran)


25. Bagaimana hukum mengqodho salat saat sakit?

Mengerjakan suatu kewajiban setelah berlalu waktunya disebut meng-qadha’. Seorang Muslim seharusnya melaksanakan kewajibannya, termasuk salat pada waktu yang ditetapkan. Dia berdosa jika menangguhkannya sampai waktunya lewat, kecuali jika ada uzur.

Dalam Perang Khandaq, Nabi Muhammad SAW berada dalam situasi yang begitu mencekam, sehingga tidak sempat mengerjakan empat salat sampai jauh malam. Akhirnya, beliau melaksanakan salat Zuhur, Asar, Magrib, dan Isya secara berturut-turut dengan diselingi iqamah. Demikian riwayat yang berasal dari at-Tirmidzi, an-Nasa'i, dan Ahmad. Memang, setiap orang yang mempunyai kewajiban harus menunaikannya, "(Utang kepada) Allah lebih wajar untuk ditunaikan" (HR Bukhari dan an-Nasa'i dari Ibnu 'Abbas).

Disepakati oleh para ulama bahwa wanita yang sedang haid dan baru melahirkan (nifas), dan orang kafir yang belum pernah memeluk Islam, atau orang gila, semuanya, tidak wajib meng-qadha’ salatnya. Orang yang ketiduran, lupa, atau dalam situasi yang tidak mengizinkan (takut menyangkut diri atau orang lain seperti bidan atau dokter yang sedang menjaga pasien gawat) dituntut meng-qadha' salatnya.

Ketika itu, mereka tidak dinilai berdosa. Qadha' harus dilaksanakan segera begitu uzur atau halangan tadi terselesaikan. Jika seseorang berkali-kali tidak mengerjakan salat, baik karena uzur maupun tidak, maka dia harus memperkirakan dan bahkan harus menduga keras atau meyakini —berapa kali dia tidak mengerjakan salat dan kemudian meng-qadha'-nya.

Adapun orang sakit yang telah wafat dan tidak dapat melaksana-kan salat, walau dengan isyarat, ketika sakit, maka dalam mazhab Abu Hanifah, dia tidak wajib memberi wasiat untuk membayar kafarat atau fidyah. Adapun bagi yang mampu mengerjakan salat —walau dengan isyarat— tetapi tidak melaksanakannya, maka dalam kasus semacam ini dia harus berwasiat agar keluarganya membayar kafarat, tentu saja, dari harta yang ditinggalkannya. Keluarga boleh juga secara sukarela —bila yang bersangkutan tidak berpesan atau tidak memiliki harta— untuk membayarkan fidyah atau kafaratnya.

(M Quraish Shihab, Dewan Pakar Pusat Studi al-Qur’an)
Share:

Tips Sukses Bisnis Rasulullah

 


Walaupun dahulu aktivitas berdagang sempat dipandang sebelah mata, namun kenyataannya sekarang banyak orang mulai tertarik menjadi entrepreuner dan membuka usaha dagang. Dalam islam sendiri, bergadang atau berwirausaha dianggap sebagai salah satu pekerjaan yang mulia, bahkan mempermudah datangnya rezeki Allah SWT. Sebagaimana dijelaskan dalam suatu hadist terkemuka yang berbunyi,

“Sembilan dari sepuluh pintu rezeki ada dalam perdagangan”

Rasul kita, Nabi Muhammad SAW juga seorang pedagang  sejati. Disebutkan dalam sejarah bahwa beliau memulai bisinisnya sejak berusia 12 tahun. Beliau dikenal sebagai pedagang yang jujur, ramah bahkan sukses. Kesuksesan nabi Muhammad SAW dalam berwirausaha tidak hanya sekedar dalam hal materi saja. Tapi juga keberkahan rezeki yang diperoleh serta memupuk tali persaudaraan antar muslim (dalam artian memperbanyak patner kerja atau kenalan-kenalan baru).

Nah, berikut ini beberapa cara berdagang Rasulullah SAW yang bisa kita contoh untuk mengembangkan bisnis agar lebih sukses dan diridhoi Allah Ta’ala.

  1. Diniatkan karena Allah SWT (Lillahi Ta’ala)

“Sesungguhnya amal perbuatan tergantung pada niat, dan sesungguhnya setiap orang akan mendapatkan sesuai dengan yang ia niatkan. Barangsiapa yang berhijrah karena Allah dan Rasul-Nya maka ia akan mendapat pahala hijrah menuju Allah dan Rasul-Nya. Barangsiapa yang hijrahnya karena dunia yang ingin diperolehnya atau karena wanita yang ingin dinikahinya, maka ia mendapatkan hal sesuai dengan apa yang ia niatkan.” (HR. Al Bukhari dan Muslim).

Dasar utama Rasulullah SAW berdagang yakni atas niat karena Allah, lillahi Ta’ala. Bukan untuk memupuk harta, mencari keuntungan sebanyak-banyaknya ataupun untuk memikat wanita. Tidak sama sekali! Awal Beliau memulai berdagang, saat itu usianya masih 12 tahun. Rasul berdagang dengan mengikuti pamannya, Abdul Munthalib hingga ke negeri Syam (Suriah). Ketika usianya menginjak 15-17 tahun, Rasul telah berdagang secara mandiri. Beliau berhasil memperluas bisnisnya hingga ke 17 negara. Sampai-sampai Beliau disebut sebagai khalifah (pemimpin) dagang dan hingga pada akhirnya kecakapannya dalam berdagang mengundang perhatian janda Kaya raya berna Siti Khadijah. Beliau pun menikahi Khadijah dan usaha dagangannya menjadi semakin sukses. Ya, itulah buah dari sebuah niat yang tulus. Segala sesuatu yang diniatkan untuk mencari ridho Allah, pasti akan memudahkannya. Maka itu, awali usaha dengan niat lillahi Ta’ala.

  1. Bersikap jujur

Dalam menjalani aktivitas kesehariannya, termasuk berdagang, Rasulullah SAW dikenal akan kejujurannya. Beliau tidak pernah mengurangi takaran timbangan, selalu mengatakan apa adanya tentang kondisi barang, baik itu kelebihannya ataupun kekurangan barang tersebut. Bahkan tak jarang Rasul melebihkan timbangan untuk menyenangkan konsumennya. Atas kejujurannya itu, beliau pun dianugerahi julukan Al-Amin (yakni seseorang yang dapat dipercaya).

Pentingnya bersikap jujur dalam berdagang juga disinggung oleh Allah SWT dalam beberapa ayat di Al-Quran, diantaranya yakni:

“Sempurnakanlah takaran dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang merugikan, dan timbanglah dengan timbangan yang lurus. Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu merajalela di muka bumi ini dengan membuat kerusakan.” (QS. AsySyu’araa: 181-183)

“Dan tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi neraca itu.” (QS. Ar Rahmaan:9)

“Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil”. (QS. Al An’aam: 152)

“Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah dengan neraca yang benar. ItuIah yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS. Al lsraa: 35)

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:“Sesungguhnya para pedagang (pengusaha) akan dibangkitkan pada hari kiamat sebagai para penjahat kecuali pedagang yang bertakwa kepada Allah, berbuat baik dan jujur.” (HR. Tirmidzi)

  1. Menjual barang berkualitas bagus

Prinsip berikutnya yang dianut oleh Rasulullah SAW dalam berdagang yakni menjaga kualitas barang jualannya. Beliau tidak pernah menjual barang-barang cacat. Sebab itu akan merugikan pembeli dan bisa menjadi dosa bagi si penjual.

Diriwayatkan dari Uqbah bin Amir radhiyallahu ‘anhu, beliau mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Seorang muslim adalah saudara bagi muslim yang lain, tidak halal bagi seorang muslim untuk menjual barang yang ada cacatnya kepada temannya, kecuali jika dia jelaskan. (HR. Ibn Majah)

  1. Mengambil keuntungan sewajarnya

Seringkali kita jumpai pedangan atau pebisnis yang menjual barangnya dengan harga jauh lebih mahal dari harga aslinya. Mereka berusaha mengambil laba setinggi mungkin tanpa memikirkan kondisi konsumen. Taktik seperti ini tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah SAW. Selain menyalahi agama, menjual barang dengan harag terlalu mahal juga membuat dagangan kita kurang laku.

Sebaliknya, Nabi SAW selalu mengambil keuntungan sewajarnya. Bahkan ditanyai oleh pembeli tentang modalnya, beliau akan memberitahukan sejujur-jujurnya. Intinya, tujuan Nabi berdagang bukan semata-mata mengejar keuntungan duniawi saja. Tapi juga mencari keberkahan dari Allah SWT.

Allah Ta’ala berfirman: “Barangsiapa yang menghendaki keuntungan akhirat, akan Kami tambahkan keuntungan itu baginya, dan barangsiapa yang menghendaki keuntungan dunia, Kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu kebahagiaan pun di akhirat .” (QS. Asy-Syuraa: 20)

  1. Tidak Memberikan Janji (sumpah) berlebihan

Ketika berdagang sebaiknya jangan memberikan janji atau sumpah-sumpah berlebihan. Semisal, “barang ini tidak akan rusak hingga setahun”. Kita tidak tahu apa yang akan terjadi, semua hal dapat berubah atas izin Allah SWT. Maka itu, janganlah mengklaim barang ini super bagus, super awet dan sejenisnya. Sumpah itu tidak baik. Apalagi sampai bersumpah palsu, jelas perkataan tersebut termasuk dusta dan dibenci oleh Allah Ta’ala.

Diriwayatkan dari ‘Abdurrahman bin Syibel bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “Para pedagang adalah tukang maksiat”. Diantara para sahabat ada yang bertanya: “Wahai Rasulullah, bukankah Allah telah menghalalkan jual-beli?”. Rasulullah menjawab: “Ya, namun mereka sering berdusta dalam berkata, juga sering bersumpah namun sumpahnya palsu”. (HR. Ahmad)

Diriwayatkan dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sumpah itu melariskan barang dagangan, akan tetapi menghapus keberkahan

  1. Saling menguntungkan kedua belah pihak

Cara berdagang rasulullah selanjutnya dengan mengutamakan prinsip saling menguntungkan serta suka sama suka antar pembeli dan penjual. Tidak ada yang ditutupi-tutupi dari barang dagangannya. Dan harus mencapai kesepakatan bersama, baik dalam harga, jenis barang, dan cara memberikan barang tersebut kepada pembeli.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Janganlah dua orang yang berjual-beli berpisah ketika mengadakan perniagaan kecuali atas dasar suka-sama suka. (HR. Ahmad).

Sesungguhnya perniagaan itu hanyalah perniagaan yang didasari oleh rasa suka sama suka. (HR. Ibnu Majah)

  1. Menjual barang miliknya sendiri

Kalian pasti sering mendengar sistem penjualan barang dengan dropshipping, bukan? Dimana kita menjual suatu produk kepada buyer (konsumen) tanpa membelinya produk tersebut terlebih dahulu. Cukup memasang foto-foto produk itu di media sosial. Nantinya jika ada buyer yang memesan, kita langsung menghubungi si grosir (agen resminya). Lalu grosir akan mengirim barang tersebut secara langsung ke alamat buyer dengan atas nama toko kita.

Jual beli dengan metode dropshipping tentunya cukup berisiko. Sebab kita (selaku penjual) tidak mengetahui kondisi barangnya secara langsung. Hanya lewat foto. Bagaimana jika nantinya buter menerima barang yang cacat? Atau mungkin proses pengirimannya lama? Hal ini tentu mengecewakan si pembeli. Maka itu, Rasulullah SAW menyarankan agar kita tidak menjual barang yang bukan milik kita. Sebab itu bisa merugikan pihak lain.

Hakim bin Hizam pernah bertanya pada Rasulullah shallallahu‘alaihi wa sallam: “Wahai Rasulullah, ada seseorang yang mendatangiku seraya meminta kepadaku agar aku menjual kepadanya barang yang belum aku miliki, dengan cara terlebih dahulu aku membelinya untuknya dari pasar?” Rasulullah menjawab : “Janganlah engkau menjual sesuatu yang tidak ada padamu .” (HR Abu Daud, Ibnu Majah, Tirmidzi dan Nasai)

  1. Tidak melakukan penipuan

Dalam berdagang Rasulullah SAW juga tidak pernah melakukan penipuan. Perlu diketahui bahwa tindakan menipu pembeli, sekecil apapun dan dalam bentuk apa saja itu tentu dilarang oleh agama.

Diriwayatkan dari Abu Huraira ra: Rasulullah pernah melewati setumpuk makanan, lalu beliau memasukkan tangannya ke dalamnya, kemudian tangan beliau menyentuh sesuatu yang basah, maka pun beliau bertanya, “Apa ini wahai pemilik makanan?” Sang pemiliknya menjawab, “Makanan tersebut terkena air hujan wahai Rasulullah.” Beliau bersabda, “Mengapa kamu tidak meletakkannya di bagian makanan agar manusia dapat melihatnya? Ketahuilah, barangsiapa menipu maka dia bukan dari golongan kami.” (HR. Muslim)

Dalam hadist lain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa yang menipu, maka ia tidak termasuk golongan kami. Orang yang berbuat makar dan pengelabuan, tempatnya di neraka” (HR. Ibnu Hibban)

  1. Tidak menimbun barang

Menimbun barang merupakan keadaan dimana seseorang membeli barang dengan stok sangat banyak dari pasar, lalu menyimpannya dalam kurun waktu lama dan menjual barang tersebut dengan harga sangat mahal. Ketahuilah bahwa menimbun barang adalah perbuatan dzalim.

  • Pertama aktivitas ini menyembabkan terganggunya mekanisme jual-beli di pasar. Stok barang di pasar akan habis dan itu merugikan pedagang lain.
  • Kemudian, dengan sengaja menyimpan barang dan mengelurkannya sangat permintaan konsumen melonjak. Sehingga ia bisa menaikkan harganya. Ini tentu tidak diperbolehkan dalam islam. Sebab sama saja dengan mencari keuntungan untuk diri sendiri
  • Dan terakhir, barang yang telah ditimbun dalam waktu lama itu biasanya kualitasnya menurun. Entah itu rusak, cacat atau habis masa kadaluarsanya.

Diriwayatkan dari Ma’mar bin Abdullah bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah seseorang melakukan penimbunan melainkan dia adalah pendosa.” (H.r. Muslim)

  1. Bersikap ramah dengan pembeli

Bersikap ramah, santun dan selalu tersenyum kepada pembeli juga merupakan cara berdagang Rasulullah SAW. Apabila kita bisa bersikap baik dengan pembeli, maka pembeli pasti juga senang. Sebaliknya jika kita menunjukkan wajah judes dan cemberut tentu pembeli akan malas dan kabur, tidak akan membeli di tempat kita lagi.

  1. Tidak menjual barang haram

Menjual barang-barang haram jelas tidak diperbolehkan dalam islam, dan Nabi juga tidak pernah melakukan hal tersebut. Maka itu, jauhilah berdagang barang-barang yang tidak jelas kehalalannya, semisal minuman keras, rokok, patung dan sebagainya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Perdagangan khomr telah diharamkan” (HR. Bukhari)

”Sesungguhnya bila Allah telah mengharamkan atas suatu kaum untuk memakan sesuatu, pasti Ia mengharamkan pula hasil penjualannya.” (HR Ahmad)

  1. Tidak menjelek-jelekan dagangan orang lain

Jika kita hendak berdagang, sebaiknya lakukan secara benar sesuai syariat agama. Tidak perlu kita menjelek-jelekan dagangan orang lain dengan tujuan agar semua konsumen lari menuju kita. Perbuatan itu dosa!

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda , “Janganlah seseorang diantara kalian menjual dengan maksud untuk menjelekkan apa yang dijual orang lain” (HR. Muttafaq Alaih)

  1. Memberikan upah kepada karyawan tepat waktu

Hal penting lain yang perlu diketahui , jika Anda memiliki seorang karyawan maka berikan upah kepada karyawan tersebut dengan tepat waktu. Jangan menunda-nundanya, sebab ia juga telah memeras keringatnya demi menjalankan usaha Anda agar lancar. Jadi berikan hak-nya sebagaimana perjanjian yang telah dikesepakati.

Diriwayatkan dari ‘Abdullah bin ‘Umar bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Berikan kepada seorang pekerja upahnya sebelum keringatnya kering.” (HR. Ibnu Majah)

  1. Tidak mudah putus asa

Seorang pedangan tidak akan bisa sukses jika mudah berputus asa. Perlu Anda ketahui bahwa segala seuatu membutuhkan proses. Begitupun dengan berdagang atau berbisnis. Tidak mungkin hanya sebulan, dua bulan, atau tiga bulan Anda berhasil meraih untung berlipat ganda dan mendadak jadi kaya. Its impossible! Kecuali Allah berkehendak.

Umumnya, akan datang masa dimana Anda merasakan “terjatuh” dan jungkir balik. Dan disaat itu terjadi, satu hal yang dibutuhkan yakni semangat pantang menyerah sebagaimana yang diajarkan oleh Rasulullah SAW.

Allah Ta’ala berfirman: “Dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir.”(QS. Yusuf: 87)

  1. Tidak melupakan ibadah

Kunci utama keberhasilan Rasul SAW dalam berdagang yakni tidak melupakan ibadah. Allah Ta’ala berfirman:

Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat pada hari Jum’at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung. (QS.Al Jumu’ah :9-10)

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang membuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang rugi. (QS.Al Munafiqun:9)

Demikianlah beberapa tips Bisnis Rasulullah SAW sebagaimana ajaran agama islam. Semoga dapat bermanfaat dan bisa membantu kita untuk memulai bisnis yang berkah dan sukses. Amin ya Rabbal Alamin.




Share:

Zakat Fitrah



Zakat fitrah ialah zakat diri yang diwajibkan atas diri setiap individu laki-laki maupun perempuan muslim yang berkemampuan sesuai syarat-syarat yang ditetapkan.

Berkata Ibnul Atsir: “Zakat fitrah (fithr) adalah untuk mensucikan badan” (An Nihayah 2:307) Berkata Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Atsqolani menukil perkataannya Abu Nu’aim: “Disandarkan shodaqoh kepada fithr (berbuka) disebabkan karena wajibnya untuk berbuka dari bulan Ramadhan.” Adapun pendapatnya Ibnu Qutaibah: “Yang dimaksud zakat Fitrah adalah zakat jiwa, istilah itu di ambil dari kata fitrah yang merupakan asal dari kejadian.” Pendapat ini dilemahkan oleh Al-Hafidz Ibnu Hajar dan yang benar adalah pendapat yang pertama. (lihat Fathul Baari 3:367) Sabda Rasulullah shallallohu alaihi wa sallam: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mewajibkan zakat Fithr (fitrah) satu sha’ dari kurma atau satu sha’ dari gandum kepada budak atau yang merdeka, laki-laki atau perempuan anak kecil ataupun dewasa dari kaum muslimin dan Beliau menyuruh untuk dibayar sebelum manusia keluar untuk shalat (‘ied).” (HR. Bukhari Kitab Zakat 3:367 no. 1503 dari hadits Ibnu Umar)

Yang berkewajiban membayar

Pada prinsipnya seperti definisi di atas, setiap muslim diwajibkan untuk mengeluarkan zakat fitrah untuk dirinya, keluarganya dan orang lain yang menjadi tanggungannya baik orang dewasa, anak kecil, laki-laki maupun wanita. Berikut adalah syarat yang menyebabkan individu wajib membayar zakat fitrah:

  • Individu yang mempunyai kelebihan makanan atau hartanya dari keperluan tanggungannya pada malam dan pagi hari raya.
  • Anak yang lahir sebelum matahari jatuh pada akhir bulan Ramadan dan hidup selepas terbenam matahari.
  • Memeluk Islam sebelum terbenam matahari pada akhir bulan Ramadan dan tetap dalam Islamnya.
  • Seseorang yang meninggal selepas terbenam matahari akhir Ramadan.

Besar Zakat

Besar zakat yang dikeluarkan menurut para ulama adalah sesuai penafsiran terhadap hadits adalah sebesar satu sha' (1 sha'=4 mud, 1 mud=675 gr) atau kira-kira setara dengan 3,1 liter atau 2.5 kg makanan pokok (tepung, kurma, gandum, aqith) atau yang biasa dikonsumsi di daerah bersangkutan 

Waktu Pengeluaran

Zakat Fitrah dikeluarkan pada bulan Ramadan, paling lambat sebelum orang-orang selesai menunaikan Salat Ied. Jika waktu penyerahan melewati batas ini maka yang diserahkan tersebut tidak termasuk dalam kategori zakat melainkan sedekah biasa.

Penerima Zakat

Penerima Zakat secara umum ditetapkan dalam 8 golongan/asnaf (fakir, miskin, amil, muallaf, hamba sahaya, gharimin, fisabilillah, ibnu sabil) namun menurut beberapa ulama khusus untuk zakat fitrah mesti didahulukan kepada dua golongan pertama yakni fakir dan miskin. Pendapat ini disandarkan dengan alasan bahwa jumlah/nilai zakat yang sangat kecil sementara salah satu tujuannya dikeluarkannya zakat fitrah adalah agar para fakir dan miskin dapat ikut merayakan hari raya dan saling berbagi sesama umat islam.

Sumber Hadits berkenaan dengan Zakat Fitrah

  • Diriwayatkan dari Ibnu Umar t.ia berkata: Rasulullah telah mewajibkan zakat fithrah dari bulan Ramadan satu sha' dari kurma, atau satu sha' dari sya'iir. atas seorang hamba, seorang merdeka, laki-laki, wanita, anak kecil dan orang dewasa dari kaum muslilmin. (H.R: Al-Bukhary dan Muslim)
  • Diriwayatkan dari Umar bin Nafi' dari ayahnya dari Ibnu Umar ia berkata ; Rasulullah telah mewajibkan zakat fithrah satu sha' dari kurma atau satu sha' dari sya'iir atas seorang hamba, merdeka, laki-laki, wanita, anak kecil dan orang dewasa dari kaum muslimin dan dia memerintahkan agar di tunaikan / dikeluarkan sebelum manusia keluar untuk salat 'ied. (H. R: Al-Bukhary, Abu Daud dan Nasa'i)
  • Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra. ia berkata: Rasulullah saw telah memfardhukan zakat fithrah untuk membersihkan orang yang shaum dari perbuatan sia-sia dan dari perkataan keji dan untuk memberi makan orang miskin. Barang siapa yang mengeluarkannya sebelum salat, maka ia berarti zakat yang di terima dan barang siapa yang mengeluarkannya sesudah salat 'ied, maka itu berarti shadaqah seperti shadaqah biasa (bukan zakat fithrah). (H.R: Abu Daud, Ibnu Majah dan Daaruquthni)
  • Diriwayatkan dari Hisyam bin urwah dari ayahnya dari Abu Hurairah ra. dari Nabi saw. bersabda: Tangan di atas (memberi dan menolong) lebih baik daripada tangan di bawah (meminta-minta), mulailah orang yang menjadi tanggunganmu (keluarga dll) dan sebaik-baik shadaqah adalah yang dikeluarkan dari kelebihan kekayaan (yang di perlukan oleh keluarga) (H.R: Al-Bukhary dan Ahmad)
  • Diriwayatkan dari Ibnu Umar ra. ia berkata: Rasulullah sw. memerintahkan untuk mengeluarkan zakat fithrah unutk anak kecil, orang dewasa, orang merdeka dan hamba sahaya dari orang yang kamu sediakan makanan mereka (tanggunganmu). (H.R: Daaruquthni, hadits hasan)
  • Artinya: Diriwayatkan dari Nafi' t. berkata: Adalah Ibnu Umar menyerahkan (zakat fithrah) kepada mereka yang menerimanya (panitia penerima zakat fithrah / amil) dan mereka (para sahabat) menyerahkan zakat fithrah sehari atau dua hari sebelum 'iedil fitri. (H.R.Al-Bukhary)
  • Diriwayatkan dari Nafi': Bahwa sesungguhnya Abdullah bin Umar menyuruh orang mengeluarkan zakat fithrah kepada petugas yang kepadanya zakat fithrah di kumpulkan (amil) dua hari atau tiga hari sebelum hari raya fitri. (H.R: Malik)

Hikmah disyari'atkannya Zakat Fitrah

Di antara hikmah disyari'atkannya zakat fitrah  adalah:

  1. Zakat fitrah merupakan zakat diri, di mana Allah memberikan umur panjang baginya sehingga ia bertahan dengan nikmat-l\lya.
  2. Zakat fitrah juga merupakan bentuk pertolongan kepada umat Islam, baik kaya maupun miskin sehingga mereka dapat berkonsentrasi penuh untuk beribadah kepada Allah Ta'ala dan bersukacita dengan segala anugerah nikmat-Nya.
  3. Hikmahnya yang paling agung adalah tanda syukur orang yang berpuasa kepada Allah atas nikmat ibadah puasa. (Lihat Al Irsyaad Ila Ma'rifatil Ahkaam, oleh Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa'di, hlm. 37.)
  4. Di antara hikmahnya adalah sebagaimana yang terkandung dalam hadits Ibnu Abbas radhiAllahu 'anhuma di atas, yaitu puasa merupakan pembersih bagi yang melakukannya dari kesia-siaan dan perkataan buruk, demikian pula sebagai salah satu sarana pemberian makan kepada fakir miskin.
Share:

toko islam

toko islam

Popular Posts

Umroh Murah Ibadah Berkah

  UMRAH PASTI MAMPU!!!!! 🕋🕋 Di Tanur Ada program keren namanya Easy Umrah apa aja sih easy nya klo anda mau umrah DI TANUR cekidottt 👇 1....

Kajian Umum