Ilmu Musthalah Hadits secara nama belum ada pada masa Rasulullah SAW. Ia pada saat itu masih berupa semangat yang teraplikasikan secara alamiah dalam kehidupan para sahabat ketika mendengarkan berita yang disebut-disebut bersumber dari Nabi SAW. Ketika mereka mendengarkan seseorang bercerita tentang Nabi, mereka mengonfirmasi kebenaran berita tersebut kepada sumber utamanya, yaitu Nabi Muhammad SAW sendiri atau orang-orang yang dekat dengannya.
Hal serupa juga terjadi setelah wafatnya Rasul. Para sahabat saling bertanya satu sama lain dalam mengonfirmasi kebenaran sebuah berita. Lama-kelamaan karena waktu terus bergulir dan jarak umat Islam dengan Nabi semakin jauh, maka dengan sendirinya sebuah berita membentuk silsilah pembawanya (perawi) yang semakin panjang. Hal inilah yang kemudian melatari munculnya sebuah ilmu untuk mengkaji kebenaran silsilah berita tersebut. Ilmu tersebut bernama Ilmu Musthalah Hadits yang pembentukannya semakin matang pada abad kedua dan ketiga hijriah. Puncaknya adalah kemunculan beberapa kitab khusus yang membahas istilah-istilah penting dalam hadits sebagai berikut.
Pertama, Kitab Al-Muhadditsul Fashil baynar Rawi wal Wa’i karya Al-Qadhi Ar-Ramahurmuzi (360 H). Kitab ini dianggap sebagai karya pertama yang membahas ilmu hadits secara khusus, meskipun pembahasannya masih umum dan belum terlalu detail.
Kedua, kitab Ma’rifatu ‘Ulumil Hadits karya Al-Hakim An-Naisaburi (405 H). Kitab ini juga masih sederhana dan susunannya belum tersistematis.
Ketiga, kitab Al-Mustakhraj ala Ma’rifati Ulumil Hadits karya Abu Nu’aim Al-Asbahani (430 H). Penulisnya melalui kitab ini mencoba melengkapi kekurangan dari kitab-kitab yang ada sebelumnya.
Keempat, kitab Al-Kifayah fi Ilmir Riwayah karya Al-Khatib Al-Baghdadi (463 H). Berbeda dengan karya-karya sebelumnya, kitab ini lebih lengkap dan memuat tema-tema ilmu hadits yang lebih beragam.
Kelima, kitab Ulumul Hadits atau yang lebih dikenal dengan sebutan Muqaddimah Ibnus Shalah yang ditulis oleh Imam Ibnu Shalah (643 H). Kitab ini menghimpun keterangan dari beberapa kitab sebelumnya dan merapikan sistematika penyajiannya.
Keenam, kitab At-Taqrib wat Taysir li Ma’rifati Sunanil Basyirin Nadzir karya Imam Al-Nawawi (676 H). Karya ini merupakan simpulan dari kitab Muqaddimah Ibnus Shalah.
Ketujuh, kitab Tadribur Rawi fi Syarhi Taqrib An-Nawawi karya Imam Jalaluddin As-Suyuthi (911 H). Karya ini merupakan syarah (penjelasan) atas kitab At-Taqrib An-Nawawi.
Kedelapan, kitab Taysiru Mushthalahil Hadits karya Mahmud Thahhan. Kitab kontemporer yang mencakup seluruh istilah dalam ilmu hadits dan dijelaskan dengan bahasa yang gamblang serta mudah dipahami. Selain itu, sebagian kitab ilmu hadits ada juga yang ditulis dalam bentuk nazham (syair berbahasa Arab) oleh para ulama, di antaranya seperti kitab Alfiyah Al-‘Iraqi karya Imam Al-‘Iraqi (806 H) yang kemudian dijelaskan oleh Imam As-Sakhawi (902 H) dalam karyanya Fathul Mughits fi Syarhi Alfiyatil Hadits. Demikian juga dengan Nazham Al-Bayquni yang ditulis oleh Umar bin Muhammad Al-Baiquni (1080 H) yang terdiri atas 34 bait. Kitab yang terakhir ini sangat populer dan diajarkan di berbagai pesantren di Nusantara. Wallahu a’lam. (Yunal Isra)
Sumber: https://islam.nu.or.id/post/read/83883/kitab-kitab-populer-dalam-ilmu-hadits
Tidak ada komentar:
Posting Komentar