Kemudian ada yang tekun melakukan wirid atau membaca doa tertentu bahkan mendawankan Asmaul Husna, misalnya Al-Wahhab, Yang Maha memberi rezeki dan mencukupi seluruh makhluk-Nya. Pada makna sifat Al-Wahhab terdapat penekanan dalam sisi jaminan rezeki, banyak atau sedikit. Allah juga Ar-Razzaq (Maha Pemberi Rezeki), yang mengandung maksud bahwa Allah berulang-ulang dan banyak sekali memberi rezeki kepada semua makhluk-Nya.
Tetapi nyatanya penghidupannya tidak ada perubahannya, tetap masih dalam kekurangan.
Begitu juga dengan orang yang selalu melaksanakan shalat Dhuha tetapi hidupnya masih juga belum berkecukupan. Padahal dia juga sudah melakukan shalat dhuha berkali-kali lengkap dengan doanya juga.
Bagaimana menyikapi hal ini menurut Islam?
Selama ini kita telah mengartikan makna dari rezeki. Anggapan kita rezeki itu semata-mata berupa kekayaan, perhiasan dan lain-lain.
Kadang-kadang Allah memberi kekayaan kepada manusia beserta kesenangannya, akan tetapi Allah tidak memberi taufik dan hidayah-Nya. Sebaliknya, terkadang Allah tidak memberi anugerah kekayaan dunia, akan tetapi menganugerahkan rahmat dan hidayah-Nya. Allah menahan rezeki manusia, adakalanya untuk memberi kesempatan baginya mencari taat, dan menghindarkannya dari maksiat. atau memberinya kekayaan, tapi tidak memberinya ketaatan dan keshalehan.
Allah memberi kamu kelapangan agar kamu tidak selalu dalam kesempitan. Allah memberi kesempitan kepadamu agar kamu tidak hanyut di waktu lapang. Allah melepaskan kamu dari kedua-duanya agar kamu tidak menggantungkan diri kecuali kepada-Nya semata.
Rezeki itu memiliki bermacam-macam bentuk. rezeki kekayaan/materi, rezeki waktu, rezeki kesehatan, rezeki keluarga yang menyenangkan dan harmonis, rezeki kebebasan, rezeki bakat pada bidang tertentu, rezeki kepandaian, itu smuanya adalah bentuk-bentuk rezeki dalam hidup… dan masih banyak ragam lainnya yang terlalu luas untuk didefinisikan.
Allah pasti akan memberikan rezeki kepada makhluk yang memintanya artinya rezeki tidak akan hilang, rezeki hanya akan berubah bentuk dari satu bentuk ke bentuk lainnya.
Sering Maksiat Tetapi Kaya Raya, Rezeki Lancar dan Sukses ?
Tengok di lingkungan sekitar kita entah itu teman dan saudara saya yang jarang sholat apalagi zikir dan tanpa amalan-amalan tertentu, bisa kaya dan makmur hidupnya. malah yang sering sholat dan zikir hidupnya biasa-biasa saja.
Jika kamu melihat fenomena semacam itu maka ketahuilah bahwa Itu Semua Adalah Istidraj, Bisa jadi ada yang mendapatkan limpahan rezeki namun ia adalah orang yang gemar maksiat. Ia tempuh jalan kesyirikan –lewat ritual pesugihan- misalnya, dan benar ia cepat kaya.
Ketahuilah bahwa mendapatkan limpahan kekayaan seperti itu bukanlah suatu tanda kemuliaan, namun itu adalah istidraj.
Istidraj artinya suatu jebakan berupa kelapangan rezeki padahal yang diberi dalam keadaan terus menerus bermaksiat pada Allah.
Dari ‘Uqbah bin ‘Amir radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا رَأَيْتَ اللهَ تَعَالَى يُعْطِي الْعَبْدَ مِنَ الدُّنْيَا مَا يُحِبُّ وَهُوَ مُقِيمٌ عَلَى مَعَاصِيْهِ فَإِنَّمَاذَلِكَ مِنهُ اسْتِدْرَاجٌ
“Bila kamu melihat Allah memberi pada hamba dari (perkara) dunia yang diinginkannya, padahal dia terus berada dalam kemaksiatan kepada-Nya, maka (ketahuilah) bahwa hal itu adalah istidraj (jebakan berupa nikmat yang disegerakan) dari Allah.” (HR. Ahmad 4: 145. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini hasan dilihat dari jalur lain).
Allah Ta’ala berfirman,
فَلَمَّا نَسُوا مَا ذُكِّرُوا بِهِ فَتَحْنَا عَلَيْهِمْ أَبْوَابَ كُلِّ شَيْءٍ حَتَّى إِذَا فَرِحُوا بِمَا أُوتُواأَخَذْنَاهُمْ بَغْتَةً فَإِذَا هُمْ مُبْلِسُونَ
“Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kamipun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa.” (QS. Al An’am: 44)
Dalam Tafsir Al Jalalain (hal. 141) disebutkan, “Ketika mereka meninggalkan peringatan yang diberikan pada mereka, tidak mau mengindahkan peringatan tersebut, Allah buka pada mereka segala pintu nikmat sebagai bentuk istidraj pada mereka.
Sampai mereka berbangga akan hal itu dengan sombongnya. Kemudian kami siksa mereka dengan tiba-tiba. Lantas mereka pun terdiam dari segala kebaikan.”
Syaikh As Sa’di menyatakan, “Ketika mereka melupakan peringatan Allah yang diberikan pada mereka, maka dibukakanlah berbagi pintu dunia dan kelezatannya, mereka pun lalai. Sampai mereka bergembira dengan apa yang diberikan pada mereka, akhirnya Allah menyiksa mereka dengan tiba-tiba. Mereka pun berputus asa dari berbagai kebaikan. Seperti itu lebih berat siksanya. Mereka terbuai, lalai, dan tenang dengan keadaan dunia mereka. Namun itu sebenarnya lebih berat hukumannya dan jadi musibah yang besar.” (Tafsir As Sa’di, hal. 260)
Kelancaran rezeki bukanlah standar sayangnya Allah kepada seseorang. Boleh jadi kelapangan hidup itu bentuk azab yang tidak disadari. Untuk apa banyak harta tapi batin merana, ancaman azab akhirat tidak dipedulikan. Kalaulah standar sayangnya Allah itu dengan kemewahan hidup dunia, Qarunlah orang yang paling disayangi Allah. Tapi akhirnya ia binasa ditelan bumi.
Juga sebaliknya, jangan mengira orang yang banyak ujian dan cobaan dalam hidup tanda ia dimurkai oleh Allah. Boleh jadi itu adalah musibah untuk menghapuskan dosa dan meninggikan derajatnya di surga nanti.
Sebagai penutup, hendaknya perlu diingat bahwa kita tidak boleh melakukan ibadah apapun misalnya shalat Dhuha dengan niat agar mendapatkan banyak rezeki. Shalat Dhuha tetap diniatkan untuk beribadah, mengabdi kepada-Nya, sesuai anjuran Rasulullah saw. Doa setelah shalat itulah yang kita niatkan untuk memohon kelancaran rezeki yang halal, berlimpah dan barakah.
Semoga bermanfaat.
Sumber : https://nasabamediainfo.blogspot.com/2021/06/kenapa-yang-rajin-sholat-tetap-miskin.html?fbclid=IwAR3nSDNFPd6Lh1Z7WuOhrOCALYNwxZrGGPjiDrHZOdPXBn09rAi6K3tYZKU
Tidak ada komentar:
Posting Komentar