Para sahabat Nabi Muhammad SAW merupakan manusia-manusia mulia. Kisah-kisahnya menjadi teladan dan penggugah jiwa bagi umat Nabi. Salah satunya adalah kisah Abu Mihjan as Tsaqafi yang merupakan sahabat Rasul yang sangat gigih dalam memperjuangkan kejayaan Islam.
Namun ternyata dibalik kegigihannya, Abu Mihjan adalah seorang pecandu khamr. Ia sangat suka minum khamr, dan akibat perbuatannya tersebut ia sering mendapat hukuman cambuk. Meski sahabat Nabi, ia tak lepas dari hukuman.
Hukuman tersebut tidak membuat Abu Mihjan meninggalkan khamr. Ia terus-menerus mengulangi perbuatannya, karena hukuman syariah di dunia akan menghapuskan dosa yang dilakukannya.
Lalu sampai kapan Abu Mihjan benar-benar berhenti minum khamr dan bertaubat?
Dikisahkan, suatu hari meletus perang Al Qadisiyah yang dipimpin oleh Sa’ad bin Abi Waqash Radhiallahu ‘Anhu melawan Persia, pada masa pemerintahan Khalifah Umar radhiallahu ‘Anhu. Abu Mihjan ikut andil di dalamnya, dia tampil gagah berani bahkan termasuk yang paling bersemangat dan banyak membunuh musuh.
Tetapi, saat itu dia dikalahkan keinginannya untuk meminum khamr, akhirnya dia pun meminumnya. Maka, Sa’ad bin Abi Waqash menghukumnya dengan memenjarakannya serta melarangnya untuk ikut berjihad. Ia merasa putus asa dan sedih karena tidak menjadi seorang prajurit yang memperjuangkan agamanya.
Di dalam penjara, dia sangat sedih karena tidak bisa bersama para mujahidin. Apalagi dari dalam penjara dia mendengar suara dentingan pedang dan teriakan serunya peperangan, hatinya teriris, ingin sekali dia membantu kaum muslimin melawan kaum majusi, Persia. Hal ini diketahui oleh istri Sa’ad bin Abi Waqash.
Abbu Mihjan kemudian memohon kepada istri Sa’ad agar dia berkenan melepaskan dan memberikan kuda Sa’ad yang bernama Balqa kepadanya. Dia berjanji akan kembali lagi sebagai tawanan bila selamat dalam peperangan tersebut, maka, istri Sa’ad melepaskannya.
Abu Mihjan berangkat ke medan tempur dengan wajah tertutup kain sehingga tidak seorang pun yang mengenalnya. Sesungguhnya Sa’ad melihat kehadiran Abu Mihjan namun tidak menyadarinya.
Bahkan Sa’ad mengatakan,"Seandainya aku tidak tahu bahwa Abu Mihjan ada di penjara, maka aku katakan orang itu pastilah Abu Mihjan. Seandainya aku tidak tahu di mana pula si Balqa (kuda milik Sa’ad), maka aku katakan kuda itu adalah Balqa.”
Perang usai, dan kaum muslimin menang gilang gemilang. Abu Mihjan kembali ke penjara, dan dia sendiri yang memborgol kakinya, sebagaimana janjinya. Sa’ad bin Waqash radhiallahu ‘anhu mendatanginya dan membuka borgol tersebut, lalu berkata, “Kami tidak akan mencambukmu karena khamr selamanya." Abu Mihjan menjawab, "Dan aku, demi Allah, tidak akan lagi meminum khamr selamanya!”
Dikutip dari sebuah video di Youtube, Ustadz Oemar Mita, Lc menjelaskan, “Taubatnya (Abu Mihjan) justru saat berada di peperangan dan tidak diizinkan ikut berperang. Hal-hal semacam itu akhirnya kita paham dari kisah Abu Mihjan, saat kita lihat ada orang yang taubat ada yang gagal, lalu taubat lagi, gagal lagi, taubat lagi, jangan putus untuk mengajaknya bertaubat walaupun akhirnya kadang-kadang ia balik lagi. Kenapa? Karena akan ada satu waktu manusia itu baru benar-benar meninggalkan dosa.”
Kegigihan Abu Mihjan tidak pernah berputus asa dalam bertaubat dan memerangi keinginan untuk bermaksiat layak kita teladani. Sebab sebanyak apapun dosa yang menggunung tinggi, jika kita bertaubat dan menyesal, niscaya akan Allah terima.
“Allah tidak hanya mencari manusia yang banyak salatnya, tetapi Allah juga mencari manusia yang berbuat dosa, tetapi mereka kembali kepada Allah dengan menyesali dosanya,” tambah ustadz Oemar.
Sumber : https://muslim.okezone.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar