A. HADITS YANG DILIHAT DARI BANYAK SEDIKITNYA PERAWI
· Hadits Mutawatir
· Hadits Ahad, terdiri dari:
1. Hadits Shahih
2. Hadits Hasan
3.Hadits Dha’if
B. MENURUT MACAM PERIWAYATANNYA
B. MENURUT MACAM PERIWAYATANNYA
· Hadits yang bersambung sanadnya:(yaitu disebut hadits Marfu’ atau hadits Maushul)
· Hadits yang terputus sanadnya:
· 1. Hadits Mu’allaq
· 2. Hadits Mursal
· 3. Hadits Mudallas
· 4. Hadits Munqathi
· 5. Hadits Mu’dhol
C. HADITS-HADITS DHA’IF DISEBABKAN OLEH CACAT PERAWI
1. Hadits Maudhu’
2. Hadits Matruk
3. Hadits Munkar
4. Hadits Mu’allal
5. Hadits Mudhthorib
6. Hadits Maqlub
7. Hadits Munqalib
8. Hadits Mudraj
9. Hadits Syadz
2.3BEBERAPA PENGERTIAN DALAM ILMU HADITS
I. Hadist yang dilihat dari banyak sedikitnya perawi
I.1. Hadits Mutawatir
Yaitu hadits Rasulullah SAW (catatan tentang sesuatu hal yang dikatakan atau dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW sendiri, HANYA oleh dan dari Beliau SAW, dan TIDAK SELAIN Beliau SAW ) yang diriwayatkan oleh sekelompok orang dari beberapa sanad yang tidak mungkin bersepakat untuk berdusta. Berita itu mengenai hal-hal yang dapat dicapai oleh panca indera. Dan berita itu diterima dari sejumlah orang yang semacam itu juga. Berdasarkan itu, maka ada beberapa syarat yang harus dipenuhi agar suatu hadits bisa dikatakan sebagai hadits Mutawatir:
Hadits mutawatir mempunyai empat syarat yaitu:
[1]. Rawi-rawinya tsiqat dan mengerti terhadap apa yang dikabarkan dan (menyampaikannya) dengan kalimat bernada pasti. [Sifat kalimatnya Qath’iy (pasti) dan tidak Dzanni (berdasarkan dugaan) ].
[2]. Sandaran penyampaiannya kepada sesuatu yang konkret, yaitu perawinya menyaksikan secara langsung dengan matanya sendiri bahwa hal itu dikatakan/dilakukan oleh Rasulullah SAW, atau mendengar secara langsung dengan telinganya sendiri bahwa hal itu dikatakan/dilakukan oleh Rasulullah SAW, seperti misalnya:
“sami’tu” = aku mendengar
“sami’na” = kami mendengar
“roaitu” = aku melihat
“roainaa” = kami melihat
[3]. Bilangan (jumlah) perawinya banyak, sehingga menurut adat kebiasaan mustahil mereka berdusta secara berjamaah dan bersama-sama. Dan kesemuanya menyampaikan dengan nada kalimat yang bersifat Qath’iy (pasti) dan tidak Dzanni (berdasarkan dugaan).
[4]. Bilangan Perawi yang banyak ini tetap demikian dari mulai awal sanad, pertengahan sampai akhir sanad. Rawi yang meriwayatkannya minimal 10 orang. Perawi2 tersebut terdapat pada semua generasi yang sama. Adanya keseimbangan jumlah antara rawi-rawi dalam lapisan pertama dengan jumlah rawi-rawi pada lapisan berikutnya. Misalnya, kalau ada suatu hadits yang diberi derajat mutawatir itu diriwayatkan oleh 5 orang sahabat maka harus pula diriwayatkan oleh 5 orang Tabi’in demikian seterusnya, bila tidak maka tidak bisa dinamakan hadits mutawatir.
Catatan:
Apabila satu saja dari syarat-syarat di atas tidak terpenuhi maka TIDAK BISA digolongkan sebagai hadts mutawatir.
I.2. Hadits Ahad
Yaitu hadits yang diriwayatkan oleh seorang atau lebih tetapi tidak mencapai tingkat mutawatir. Sifatnya atau tingkatannya adalah “Dhonniy”. Sebelumnya para ulama ahli hadits membagi hadits Ahad menjadi dua macam, yakni hadits Shahih dan hadits Dha’if. Namun Imam At Turmudzy kemudian membagi hadits Ahad ini menjadi tiga macam, yaitu:
I.3. Hadits Shahih
Menurut imam ahli hadits Ibnu Sholah, hadits shahih ialah hadits yang bersambung sanadnya. Ia diriwayatkan oleh orang yang adil lagi dhobit (kuat ingatannya) hingga akhirnya tidak syadz (tidak bertentangan dengan hadits lain yang lebih shahih) dan tidak mu’allal (tidak cacat). Jadi hadits Shahih itu harus memenuhi beberapa syarat sebagai berikut :
a. Kandungan isinya tidak bertentangan dengan Al-Qur’an.
b. Harus bersambung sanadnya
c. Diriwayatkan oleh orang / perawi yang adil.
d. Diriwayatkan oleh orang yang dhobit (kuat ingatannya)
e.Tidak syadz (tidak bertentangan dengan hadits lain yang lebih shahih)
f. Tidak cacat walaupun tersembunyi.
I.4. Hadits Hasan
Ialah hadits yang banyak sumbernya atau jalannya dan dikalangan perawinya tidak ada yang disangka dusta dan tidak syadz.
I.5. Hadits Dha’if
Ialah hadits yang tidak bersambung (terputus) sanadnya dan diriwayatkan oleh orang yang tidak adil dan tidak dhobit, syadz dan cacat.
II. Hadist menurut kualitas periwayatannya
A. Hadits yang bersambung sanadnya
Hadits ini adalah hadits yang bersambung sanadnya hingga Nabi Muhammad SAW. Hadits ini disebut hadits Marfu’ atau Maushul.
B. Hadits yang terputus sanadnya
1. Hadits Mu’allaq
Hadits ini disebut juga hadits yang “tergantung”, yaitu hadits yang permulaan sanadnya dibuang oleh seorang atau lebih hingga akhir sanadnya, yang berarti termasuk hadits dha’if.
2. Hadits Mursal
Disebut juga hadits yang ”dikirim”, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh para Tabi’in dari Nabi Muhammad SAW tanpa menyebutkan Sahabat yang menerima hadits itu.
3. Hadits Mudallas
Disebut juga hadits yang ‘disembunyikan’ cacatnya. Yaitu hadits yang diriwayatkan oleh sanad yang memberikan kesan seolah-olah tidak ada cacatnya, padahal sebenarnya ada, baik dalam sanad ataupun pada gurunya. Jadi hadits Mudallas ini ialah hadits yang ditutup-tutupi kelemahan sanadnya.
4. Hadits Munqathi
Disebut juga hadits yang terputus yaitu hadits yang gugur atau hilang seorang atau dua orang perawi selain Sahabat dan Tabi’in.
5. Hadits Mu’dhol
Disebut juga hadits yang terputus sanadnya yaitu hadits yang diriwayatkan oleh para Tabi’in dan Tabi’ut-Tabi’in dari Nabi Muhammad SAW atau dari Sahabat tanpa menyebutkan Tabi’in yang menjadi sanadnya.
Kesemuanya itu dinilai dari ciri hadits Shahih tersebut di atas. Apabila BERTENTANGAN dengan ciri-ciri hadits Shahih maka bisa dikategorikan termasuk hadits-hadits dha’if.
III. Hadist-hadist dha’if (lemah) disebabkan oleh cacat perawi
A. Hadits Maudhu’
Yang berarti ‘yang dilarang’, yaitu hadits yang dalam sanadnya terdapat perawi yang pernah ketahuan berdusta atau dituduh suka berdusta. Jadi hadits itu adalah hasil karangannya sendiri bahkan tidak pantas disebut hadits alias hadits palsu.
B. Hadits Matruk
Yang berarti ‘hadits yang ditinggalkan / diabaikan’, yaitu hadits yang hanya diriwayatkan hanya oleh seorang perawi saja sedangkan perawi itu pernah ketahuan berdusta atau dituduh suka berdusta. Jadi hadits itu adalah hasil karangannya sendiri bahkan tidak pantas disebut hadits alias hadits palsu.
C. Hadits Munkar
Yaitu hadits yang hanya diriwayatkan oleh perawi yang lemah yang bertentangan dengan hadits lain yang diriwayatkan oleh perawi yang dikenal terpercaya / jujur. Maka hadits semacam ini tidak boleh digunakan, dan sebagai gantinya harus menggunakan hadits dengan topik yang sama namun yang diriwayatkan oleh perawi lain yang dikenal terpercaya / jujur.
D. Hadits Mu’allal
Artinya hadits yang dinilai sakit atau cacat, yaitu hadits yang didalamnya terdapat cacat yang tersembunyi. Menurut Al-Imam Ibnu Hajar Al-Atsqalani bahwa hadis Mu’allal ialah hadits yang nampaknya baik tetapi setelah diselidiki ternyata ada cacatnya. Hadits ini biasa disebut juga dengan hadits Ma’lul (yang dicacati) atau disebut juga hadits Mu’tal (hadits sakit atau cacat).
E. Hadits Mudhthorib
Artinya hadits yang kacau, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh seorang perawi dari beberapa sanad dengan matan (isi) yang kacau atau tidak sama dan berkontradiksi dengan yang dikompromikan.
F. Hadits Maqlub
Artinya hadits yang ‘terbalik’, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang didalamnya tertukar dengan mendahulukan yang belakang atau sebaliknya baik berupa sanad (silsilah) maupun matan (isi).
G. Hadits Munqalib
Yaitu hadits yang terbalik sebagian lafalnya hingga pengertiannya berubah.
H. Hadits Mudraj
Yaitu hadits yang diriwayatkan oleh seorang perawi yang didalamnya terdapat tambahan yang bukan hadits, baik keterangan tambahan dari perawi sendiri atau lainnya, sehingga mengurangi kualitas keaslian hadits tersebut, atau bahkan merubah pengertian dari hadits tersebut.
I. Hadits Syadz
Hadits yang ‘jarang’, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang tsiqah (terpercaya), namun isinya bertentangan dengan hadits lain yang diriwayatkan dari perawi-perawi (periwayat / pembawa) yang terpercaya pula. Demikian menurut mayoritas ulama Hijaz sehingga hadits syadz jarang dihapal ulama hadits. Sedang yang banyak dihapal ulama hadits disebut juga hadits Mahfudz
2.4.Derajat-derajat hadist sahih
Hadits shahih itu dilihat dari sisi kekuatannya, berderajat-derajat :
1. Sanadnya disifati para ulama sebagai sanad paling shahih. Sanad ini lebih diunggulkan dan diistimewakan. Contoh : Periwayatan az zukhri dari salim bin abdillah. Hadits yang disepakati oleh Bukhari dan Muslim (semua ulama bersepakat akan keagungan buku ini).
2. Tingkatan sebagai berikut:
1. Bukhari – Muslim
2. Bukhari saja
3. Muslim saja
4. Sesuai syarat Bukhari Muslim
5. Sesuai syarat Bukhari saja
6. Sesuai syarat Muslim saja
7. Sesuai syarat imam-iman lain
3. Ada juga yang menderajatkan sebagai berikut:
1. Yang diriwayatkan penduduk kota madinah dan mekah. Karena sifat tadlis (menyembunyikan keburukan, menampakkan kebaikan perawi) nya kecil.
2. Basrah – punya sanad yang shahih dan jelas, dan banyak meriwayatkan hadits
3. Kuffah – banyak hadits, tapi banyak penyakit
4. Syam – kebanyakan mursal dan terputus
“Tidak mengharuskan kita berkata hadits ini paling kuat dalam bab ini” – jangan tertipu. Karena hal itu tidak berarti menjadikan hadits tersebut shahih.
Sebelum datang imam bukhari, ulama mencampurkan hadits shahih, dhaif, sampai perkataan sahabat, dsb. Maka setelah beliau datang, dibukukan lah buku yang mengumpulkan hadits yang didalamnya shahih saja. Al Muwatta’ juga mengandung hadits shahih saja, tetapi juga tercampur dengan perkataan sahabat, sehingga tidak seperti shahih bukhari.
Jangan mengira hadits shahih itu hanya ada di Bukhari Muslim saja. Karena tidak semua hadits shahih dimasukkan. Beliau (bukhari) hafal 100.000 hadits shahih, dan di kitab bahkan tidak sampai 1000.
Kebanyakan hadits shahih itu ada pada
Kutubus Sittah , yaitu Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa’I, Ibnu Majah. Kitab lain yang mengandung hadits shahih juga masih banyak.
Bukhari lebih piawai daripada Imam Muslim:
Kalau bukan Imam Bukhari, Muslim tidak akan ada
Imam Muslim pun mengakui I Bukhari
Imam Bukhar dengan gurunya
Imam Muslim lebih rapi d pemberian bab dan lebih kuat lafadznya (ia mengharamkan meriwayatkan hadist berdasar makna, harus sama persis)
Selain ulama-ulama / kitab di atas, tidak diperbolehkan kita langsung memastikan keshahihan hadits yang diriwayatkan tanpa kita mempelajari lebih lanjut.
KESIMPULAN
KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas dapat kita simipulkain bahwa derajat-derajat dari kesahihan sebuah hadis tergambarkan dari syarat-syarat dan ketentuan yang telah di tetapkan ,yakni :
I. HADITS YANG DILIHAT DARI BANYAK SEDIKITNYA PERAWI
II. MENURUT MACAM PERIWAYATANNYA
III. HADITS-HADITS DHA’IF DISEBABKAN OLEH CACAT PERAWI
Dengan tererut dan di telaah nya sebuah hadis maka dapat ditentukan hadis yang sahih karena hadis mempunyai derajat-derajat atau tingkatan sehingga menjadi hadis sahih yang dapat digunakan dan hadist-hadis dapat dilihat dari sisi-sisi kekuatan nya d,berderajat-derajat.
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, H. Muhammad dan M. Mudzakir, 2000, Ulumul Hadis, Bandung : CV Pustaka Setia.
Echols, John M., Hassan Shadily,1992, Kamus Indonesia-Inggris, Jakarta: Gramedia.
Ilyas, Yunahar dan M. Mas’udi (Eds),1996, Pengembangan Pemikiran Terhadap Hadis, Yogyakarta:LPPI.
Ismail, M. Syuhudi ,1988, Kaidah Kesahihan Sanad Hadis, Jakarta: Bulan Bintang.
Nuruddin ‘Itr, 1994, Manhaj an-Naqd fi ‘ulum al-Hadis atau Ulumul Hadis, Terj. Drs. Mujiyo, Bandung: Remaja Rosda Karya.
Rahman, Fatchur, 1974, Ikhtisar Mushthalahul Hadis, Bandung: Al Ma’arif.
Thahhan, Mahmud, 1999, Taisir Musthalah Hadis atau Ulumul Hadis, Studi Kompleksitas Hadis Nabi, Terj. Drs. Zainul Muttaqin, Yogyakarta : Titian Ilahi Press & LPPKI.
Yunus, H. Mahmud, 1990, Kamus Arab-Indonesia, Jakarta: Hidakarya Agung