(( Menu Halaman )) - (( Qur'an )) (( Hadits ))
  • Al-Qur'an dan Hadits Sebagai Petunjuk Hidup

    Nabi Muhammad saw telah mewariskan 2 hal kepada kita sebagai petunjuk kehidupan apapun yang berkaitan dengan kehidupan, yaitu Al-Qur'an dan Hadits

  • Masalah - Solusi - Sukses

    Ketika kita dihadapi dengan berbagai masalah kehidupan, kita harus mencari solusi untuk sukses.

  • Pondok Pesantren Digital

    Pondok Pesantren Digital adalah Media Belajar Agama Islam secara digital berbasis online yang dapat di akses melalui Smartphone, Laptop ataupun Komputer dengan system khusus

  • Solusi Terbaik Mengatasi Masalah

    Bagaimana kita dapat mengatasi berbagai permasalahan hidup apapun masalahnya di sini kami beritahu solusi terbaik yang pasti berhasil.

Hukum Sholat Iedul Adha di Rumah

 

Mengingat kondisi pandemi Covid-19 saat ini semakin mengkhawatirkan, tentunya masyarakat harus lebih membatasi mobilitas kegiatan di luar rumah.

Terlebih menjelang perayaan Idul Adha 2021, pemerintah melalui Kementerian Agama (Kemenag) meminta masyarakat untuk tidak mudik guna mengantisipasi penyebaran virus corona.

Kemudian, sesuai dengan aturan di masa Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat, Kemenag juga telah mengeluarkan Surat Edaran tentang Peniadaan Sementara Peribadatan di Tempat Ibadah, Malam Takbiran, Shalat Idul Adha, dan Petunjuk Teknis Pelaksanaan Qurban.

Dalam hal ini, pemerintah meminta masyarakat melaksanakan ibadah dari rumah, sebagai upaya melindungi diri dan kerabat di momen Idul Adha nanti, yang dikhawatirkan malah akan menimbulkan kerumunan.

Sehubungan dengan itu, Anggota Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, KH Mukti Ali Qusyairi menuturkan, prosesi Lebaran Idul Adha tidak boleh hanya dipandang sebagai dimensi ritual tahunan semata.

Karena shalat Idul Adha dan kurban memiliki dimensi-dimensi dan makna yang fungsional untuk mewujudkan tujuan pewahyuan risalah keislaman.

“Mungkin sebagian masyarakat mengasumsikan bahwa shalat Idul Adha harus berjamaah, padahal itu tidak. Karena hukum shalat Idul Adha sendiri adalah sunnah muakkadah, itu menurut pendapat Imam Syafi'i. Jadi, pelaksanaannya boleh dilakukan secara munfarid (sendiri), yakni tidak berjamaah,” kata Kiai Mukti Ali saat dihubungi NU Online lewat sambungan telepon, Jumat, 16 Juli 2021.

Bahkan, menurutnya, sebagaimana tertuang dalam kitab Hasyiyah Ibrahim al-Bajuri ala Fathil Qarib bahwa tidak ada kewajiban melakukan shalat Idul Adha secara berjamaah di masjid.

Apalagi di musim wabah pandemi seperti sekarang, kewajiban untuk melaksanakannya di rumah lebih ditekankan sebagai ikhtiar memutus rantai penularan.

“Melakukan shalat Idul Adha di masjid itu lebih utama karena memuliakan masjid, kecuali bila ada udzur (halangan). Nah, sekarang kan udzurnya pandemi, kalau memaksakan untuk kumpul di masjid itu kan bisa bahaya,” katanya.

Sedangkan dalam Qawaid al-Fiqhiyyah (Kaidah-Kaidah Fikih), Kiai Mukti menerangkan bahaya itu harus dihilangkan dan harus dihindari agar tidak membahayakan diri sendiri atau orang lain.

Maka, sudah jelas imbauan yang dikeluarkan oleh Kemenag bertujuan untuk mencegah terjadinya kemudaratan.

“Kalau berkumpul kemudian saling menularkan berarti kan membahayakan orang lain dan itu hukumnya haram,” tutur kiai muda lulusan Universitas Al-Azhar Kairo Mesir ini.

Terlepas dari itu semua, perasaan dilematis tentu akan menyelimuti hati umat muslim mengingat sebelumnya terdapat pula aturan peniadaan shalat Idul Fitri di rumah saja.

Namun, menurut kiai Mukti, momentum ini tanpa disadari justru dapat menambah ganjaran pahala bagi yang menaatinya, sebagaimana dikutip Pikiran-Rakyat.com dari laman NU.

“Pertama, shalatnya sah meskipun munfarid. Kemudian dia juga mendapat pahala karena berusaha untuk tidak membahayakan orang lain dan dirinya sendiri,” tutur Ketua Lembaga Bahtsul Masail (LBM) Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) DKI Jakarta ini.

Demikian, secara khusus, Kiai Mukti mengingatkan kembali esensi sebenarnya dari Lebaran adalah memohon ampunan dalam rangka menambah ketaatan kepada Allah SWT.

Terlepas dari itu semua, perasaan dilematis tentu akan menyelimuti hati umat muslim mengingat sebelumnya terdapat pula aturan peniadaan shalat Idul Fitri di rumah saja.

Namun, menurut kiai Mukti, momentum ini tanpa disadari justru dapat menambah ganjaran pahala bagi yang menaatinya, sebagaimana dikutip Pikiran-Rakyat.com dari laman NU.

“Pertama, shalatnya sah meskipun munfarid. Kemudian dia juga mendapat pahala karena berusaha untuk tidak membahayakan orang lain dan dirinya sendiri,” tutur Ketua Lembaga Bahtsul Masail (LBM) Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) DKI Jakarta ini.

Demikian, secara khusus, Kiai Mukti mengingatkan kembali esensi sebenarnya dari Lebaran adalah memohon ampunan dalam rangka menambah ketaatan kepada Allah SWT.

Sumber : pikiran-rakyat.com

Share:

Sholat Iedul Adha di rumah, Cara, Niat, dan Do'a

 


Pelaksanaan sholat Idul Adha di wilayah yang Covid-19 tak terkendali dianjurkan untuk dilaksanakan di rumah. 

Hal ini sesuai dengan Tausiyah MUI bernomor Kep-1440/DP-MUI/VII/2021 tentang Tata Cara Pelaksanaan Ibadah, Sholat Idul Adha, dan Penyelenggaraan Qurban bagi masyarakat Muslim di masa Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat.

Lantas bagaimana tata cara pelaksanaan sholat Idul Adha di Rumah? Merujuk pada Fatwa MUI 28 Tahun 2020 Tentang Panduan Kaifiat Takbir Dan Sholat  Idul Fitri Saat Pandemi Covid-19. Dalam konteks sholat Idul Adha, Tausiyah tersebut menyatakan bahwa  pelaksanaan takbir hingga sholat Idul Adha merujuk pada fatwa tersebut. 

Bahwa boleh dilaksanakan di rumah dengan berjamaah bersama anggota keluarga atau secara sendiri (munfarid), terutama yang berada di kawasan penyebaran Covid-19 yang belum terkendali. Berikut ini tata cara sholat Idul Adha:   

Ketua MUI Bidang Fatwa, KH Asrorun Niám Sholeh, menjelaskan sunnah haiat dan juga tata cara sholat  Idul Adha tetap tidak berubah, tidak ada perubahan.  Sunnah haiat adalah sunah yang ada di dalam sholat , yang jika anda tidak mengerjakannya maka tidak disunahkan untuk sujud sahwi.

Bahkan untuk bab sunnahnya sebelum pelaksanaan sholat  Id juga tidak berubah. Misalnya, seperti disunnahkan mandi terlebih dahulu, memakai pakaian putih yang terbaik, dan memakai wewangian, serta tidak dianjurkan untuk makan terlebih dahulu, berbeda dengan sebelum melakukan sholat  Idul Fitri.  

Untuk pelaksanaan dan tata cara sholat  Ied di Hari Raya Idul Adha, dia menyebutkan bahwa tata caranya tetap sama seperti yang tertuang dalam fatwa MUI.  

Waktu pelaksanaannya dimulai setelah terbit matahari dan diutamakan saat masuk waktu Dhuha sampai sebelum masuk waktu Zuhur. Berikut tata cara  melakukan sholat  Ied dalam kondisi pemberlakuan PPKM Darurat berlangsung:

1. Sholat  dimulai dengan menyeru اَلصَّلَاةُ جَامِعَةً "ash-shalaata jaami‘ah", tanpa azan dan iqamah.

2. Memulai dengan niat sholat  Idul Adha, yang berbunyi:

اُصَلِّى سُنُّةً عِيْدِ الْاَضْحَى رَكْعَتَيْنِ مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ مَأْمُوْمًا للهِ تَعَالَى

 Artinya: "Aku berniat sholat  sunnah Idul Adha dua rakaat menjadi makmum karena Allah ta’ala."

4. Membaca takbiratul ihram الله أكبر (Allahu Akbar) sambil mengangkat kedua tangan.

5. Membaca doa iftitah.

6. Membaca takbir sebanyak 7 (tujuh) kali (di luar takbiratul ihram) dan di antara takbir itu dianjurkan membaca: 

سُبْحَانَ اللهِ وَالْحَمْدُ لِلهِ وَلاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ "Subhaanallaahi wal hamdulillaahi wa laa ilaha illallahu wallaahu akbar."

7. Membaca surat Al Fatihah, dilanjutkan dengan membaca surah yang pendek dari Alquran.

8. Ruku, sujud, duduk di antara dua sujud, dan seterusnya hingga berdiri lagi seperti sholat  biasa.

9. Saat rakaat kedua, sebelum membaca Fatihah, disunnahkan takbir sebanyak 5 (lima) kali sambil mengangkat tangan, di luar takbir saat berdiri (takbir qiyam), dan di antara tiap takbir disunnahkan membaca سُبْحَانَ اللهِ وَالْحَمْدُ لِلهِ وَلاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ "Subhaanallaahi wal hamdulillaahi wa laa ilaha illallahu wallaahu akbar."

9. Membaca Surah al-Fatihah, diteruskan membaca surah yang pendek dari Alquran.

10. Ruku’, sujud, dan seterusnya hingga salam.

"Setelah itu disunnahkan untuk berhutbah, tetapi jika sholat sendiri tidak perlu ada khutbah," ujar pria yang juga akrab dipanggil Kiai Ni’am ini.

Kiai Ni'am menambahkan, jika untuk yang belum terbiasa berkhutbah dan menjadi imam, agar mempersiapkan terlebih dahulu. Sebab, khutbah juga memiliki rukun-rukun yang harus dipenuhi.  "Bisa juga dengan memegang buku naskah khutbah untuk dibaca," ujar dia

Bagaimana jika sholat Idul Adha dilakukan sendirian? Masih menurut fatwa di atas disebutkan  bahwa ketentuannya sama, hanya saja dari segi niat adalah sebagai berikut:

اُصَلِّى سُنُّةً عِيْدِ الْاَضْحَى رَكْعَتَيْنِ مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ للهِ تَعَالَى "Aku berniat sholat  sunnah Idul Adha dua rakaat  karena Allah ta’ala."  Sedangkan bacaannya cukup di baca pelan dan tidak perlu ada khutbah.

 

Sumber: MUI - Republika.co.id


Share:

Wabah Penyakit di Zaman Rasulullah dan Umar Bin Khatab

 


Ada berbagai masalah yang mewabah di zaman Rasulullah, salah satunya penyakit thaun. Penyakit ini bisa menjadi pelajaran bagi umat Islam di masa pandemi COVID-19.

Dalam Al Quran surat Yunus ayat 57, Allah SWT berfirman bahwa penyakit datangnya dari Allah dan kesembuhan pun hanya Allah yang bisa menyembuhkan.

Arab: وَاِذَا مَرِضْتُ فَهُوَ يَشْفِيْنِ ۙ

Artinya: dan apabila aku sakit, Dialah (Allah SWT) yang menyembuhkan aku,

Penyakit Thaun:

  • Kisah Penyakit Thaun Zaman Rasulullah

Penyakit Thaun di zaman nabi tercatat dalam sebuh hadits, di mana Rasulullah bersabda jangan ada yang memasuki daerah wabah, dan jangan ada yang keluar (isolasi) juga dari daerah tersebut.

"Jika kalian mendengar penyakit Thaun mewabah di suatu daerah, Maka jangan masuk ke daerah itu. Apabila kalian berada di daerah tersebut, jangan hengkang (lari) dari Thaun."

Dikutip dari buku 'Fiqih Sunnah 2' karya Sayyid Sabiq, Rasulullah mengajarkan umat Islam untuk tidak lari dari sebuah penyakit atau lebih dikenal dengan nama karantina. Tujuannya agar penyakit tersebut tidak menyebar ke mana-mana.

Dalam hadits riwayat Bukhari, dari Abdurrahman bin Auf, Rasulullah SAW bersabda,

"Apabila kalian mendengar ada penyakit menular di suatu daerah, jangan lah kalian memasukinya; dan apabila penyakit itu ada di suatu daerah dan kalian berada di tempat itu, jangan lah kalian keluar dari daerah itu karena melarikan diri dari penyakit itu."

Selain saat zaman Nabi, penyakit thaun zaman Umar bin Khathab juga terjadi. Kala itu, Umar bin Khathab menahan diri memasuki negeri Syam. Pasalnya,di daerah tersebut tengah terjadi wabah penyakit thaun.

Melihat itu, Abu Ubaidah RA bertanya kepadanya, "Apakah kamu lari dari takdir Allah?" Umar menjawab, "Ya, kami lari dari takdir Allah menuju takdir Allah."

Jawaban Umar tersebut berlandaskan dari sebuah hadits riwayat Bukhari dan Muslim, Rasulullah SAW bersabda, "Jangan lah orang yang terkena penyakit mendatangi orang yang sehat."

  • Penyebab Penyakit Thaun

Dikutip dari buku 'Rahasia Sehat Ala Rasulullah SAW' karya Nabil Thawil penyakit thaun adalah penyakit menular yang bisa menyebabkan kematian. Penyakit ini berasal dari infeksi bakteri Pasterella Pestis.

Bakteri thaun ini dibawa oleh Xenopsella Cheopis (kutu anjing) yang berasal dari darah tikus. Sebab, Xenopsella Cheopis sejatinya hidup di tubuh tikus.

Artinya, wabah pertama terjadi pada tikus dan menyebar ke manusia. Melalui darah tikus yang berada di kutu anjing tersebut menular lah ke manusia melalui kulit dan darah.

Adapun, masa inkubasi penyakit thaun antara dua sampai dua belas hari. Para penderitanya harus menjalani karantina dan menjalani pengobatan yang berlaku sesuai apa yang dilakukan pada zaman Rasulullah maupun Umar bin Khattab.

Sumber : https://health.detik.com/

Share:

Awal mula Kurban

 


    Dalam kalender masehi, Idul Adha tahun 2020 jatuh pada hari Jumat (31/7/2020). Hari besar keagamaan bagi umat muslim ini jika dalam kalender Islam diperingati setiap tanggal 10 Zulhijjah. Idul Adha atau juga biasa disebut Idul Kurban tentunya juga memilih sejarah panjang dimana dikisahkan pada zaman Nabi Ibrahim AS saat akan menyembelih putranya, Ismail, sebelum akhirnya diganti dengan seekor kibas (domba) oleh Allah SWT.

    Sebelum masuk ke sejarah kurban, Ibadah kurban bisa dimaknai dengan sebuah bentuk kepasrahan seorang hamba kepada Allah untuk mendekatkan diri kepada-Nya.

    Perintah untuk berkurban ini telah digariskan oleh Allah SWT dalam Alquran:

    “Sesungguhnya Kami telah memberikan nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkurbanlah.” (QS Al-Kautsar (108) : 1-2).

    Perayaan hari raya Idul Adha tidak lepas dari pemotongan hewan kurban. Asal mula kurban berawal dari lahirnya nabi Ismail A.S.  Pada saat itu dikisahkan bahwa Nabi Ibrahim A.S tidak memiliki anak hingga di masa tuanya, lalu beliau berdoa kepada Allah.

    “Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh.” (QS Ash-Shafaat (37) : 100).

     Sewaktu Nabi Ismail A.S mencapai usia remajanya Nabi Ibrahim A.S mendapat mimpi bahwa ia harus menyembelih Ismail puteranya. Mimpi seorang nabi adalah salah satu dari cara turunnya wahyu Allah SWT, maka perintah yang diterimanya dalam mimpi itu harus dilaksanakan oleh Nabi Ibrahim A.S. Nabi Ibrahim A.S pun akhirnya menyampaikan isi mimpinya kepada Ismail untuk melaksanakan perintah Allah SWT untuk menyembelih Ismail.
     

    Ibrahim berkata : “Hai anakkku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu “maka fikirkanlah apa pendapatmu? Ismail menjawab: Wahai Bapakku kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu. InsyaAllah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar.” (QS Ash-Shafaat: 102)

    Nabi Ismail meminta ayahnya untuk mengerjakan apa yang Allah perintahkan. Dan beliau berjanji kepada ayahnya akan menjadi seorang yang sabar dalam menjalani perintah itu. Sungguh mulia sifat Nabi Ismail A.S. Allah memujinya di dalam Al-Qur’an:

    “Dan ceritakanlah (Hai Muhammad kepada mereka) kisah Ismail (yang tersebut) di dalam Al Qur’an. Sesungguhnya ia adalah seorang yang benar janjinya, dan dia adalah seorang rasul dan nabi.” (QS Maryam (19) : 54)

    Nabi Ibrahim lalu membaringkan anaknya dan bersiap melakukan penyembelihan. Nabi Ismail A.S pun siap menaati instruksi ayahnya. Nabi Ibrahim A.S dan Nabi Ismail A.S  nampak menunjukkan keteguhan, ketaatan dan kesabaran mereka dalam menjalankan perintah itu.
    Saat Nabi Ibrahim A.S hendak mengayunkan parang, Allah SWT lalu menggantikan tubuh Nabi Ismail A.S dengan sembelihan besar, yakni berupa domba jantan dari Surga, yang berwarna putih, bermata bagus, bertanduk.

    “Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.” (QS Ash-Shafaat (37) : 104:107).

    Kejadian tersebut merupakan suatu mukjizat dari Allah yang menegaskan bahwa perintah pergorbanan Nabi Ismail A.S itu hanya suatu ujian bagi Nabi Ibrahim A.S dan Nabi Ismail sampai sejauh mana cinta dan ketaatan Mereka kepada Allah SWT. Ternyata keduanya telah lulus dalam ujian yang sangat berat itu. Nabi Ibrahim A.S telah menunjukkan kesetiaan yang tulus dengan pergorbanan puteranya untuk berbakti melaksanakan perintah Allah SWT.

    Sedangkan Nabi Ismail A.S tidak sedikit pun ragu atau bimbang dalam menjalankan perintah Allah SWT dengan menyerahkan jiwa raganya untuk dikorbankan kepada orang tuanya.

    Dari sinilah asal permulaan sunah berkurban yang dilakukan oleh umat Islam pada tiap hari raya Idul Adha di seluruh pelosok dunia. Wallahu A’lam Bishsawab.

    Dikutip dari berbagai sumber


Share:

Keutamaan Bulan Dzulhijjah

 


Tahun Hijriah memasuki bulan Dzulhijjah yakni bulan ke-12 atau bulan terakhir dalam penanggalan Islam. Terdapat banyak keutamaan bulan Dzulhijjah, termasuk 10 hari pertama yang dicintai Allah SWT.

Pada bulan Dzulhijjah, umat Islam diajurkan untuk memperbanyak amalan seperti berpuasa, bersedekah, hingga menyantuni anak yatim untuk bisa mendapatkan keutamaan bulan Dzulhijjah.

Selain itu, terdapat pula sejumlah amalan yang hanya bisa dilakukan pada bulan Dzulhijjah seperti ibadah haji dan berkurban.

Berikut sejumlah keutamaan bulan Dzulhijjah

1. Sepuluh hari pertama yang dicintai Allah SWT

Pada awal bulan, yakni 10 hari pertama bulan Dzulhijjah merupakan 10 hari yang dicintai oleh Allah SWT. Keutamaan 10 hari di bulan Zulhijjah terdapat dalam firman Allah Surat Al-Fajr.

"Demi Fajar, dan malam yang sepuluh," terjemahan surat Al-Fajr ayat 1-2.

Dalam tafsir Ibu Katsir, malam yang sepuluh itu diartikan 10 hari pertama di bulan Zulhijah.

Pada 10 hari pertama ini, umat Islam dianjurkan untuk memperbanyak amalan seperti berpuasa, salat sunah, membaca Alquran, hingga bersedekah.

2. Bulan haram, bulan yang dimuliakan

Bulan Dzulhijjah termasuk dalam bulan haram atau bulan yang dimuliakan oleh Allah SWT. Dzulhijjah merupakan satu dari empat bulan yang tergolong bulan haram. Tiga bulan lainnya adalah Muharam, Rajab, dan Zulkaidah.

Bulan haram ini sesuai dengan firman Allah dalam surat At-Taubah ayat 36.

"Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana mereka pun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa," terjemahan surat At-Taubah ayat 36.

Melalui ayat ini, umat Islam dilarang untuk menganiaya diri sendiri. Sebaliknya, lakukan amalan yang dapat meningkatkan keimanan.

3. Hari Arafah

Pada bulan Dzulhijjah terdapat hari Arafah pada tanggal 9 Dzulhijjah. Pada hari ini, orang yang menjalankan ibadah haji, akan melaksanakan Wukuf di Padang Arafah. Sedangkan orang yang tidak menjalankan ibadah haji dianjurkan untuk berpuasa.

Orang yang berpuasa pada hari Arafah disebut bakal dihapuskan dosa-dosa setahun sebelum dan sesudahnya.

4. Bulan haji

Pada bulan Dzulhijjah, Allah SWT mengundang umatnya untuk datang ke rumah Allah atau Baitullah, di Mekkah. Pada bulan Dzulhijjah ini umat Islam dapat melaksanakan rukun Islam yakni naik Haji bagi yang mampu. Jika sudah melaksanakan ibadah haji, maka sempurnalah keislaman seseorang.

Pada masa pandemi virus corona, pemerintah Indonesia tidak mengirimkan jemaah haji ke Arab Saudi. Sekalipun begitu, para calon jemaah tetap dapat mengambil hikmah dari peristiwa ini.

"Meskipun sekilas ini merugikan kita karena tidak bisa menjalankan umrah dan haji, tapi pasti ada hikmahnya yang sangat luar biasa. Nasihat untuk jemaah yang batal haji tahun ini. Menyadur ayat Alquran, bisa jadi batalnya haji tahun ini tidak menyenangkan buat jemaah, tetapi ini adalah yang terbaik menurut Allah SWT. Selalu-lah berprasangka baik kepada Allah SWT," kata ustaz Mahfud Said kepada CNNIndonesia.com, beberapa waktu lalu.

5. Hari Raya Idul Adha

Pada bulan Dzulhijjah ini pula, satu dari dua hari raya umat Islam akan diperingati. Umat Islam merayakan Hari Raya Idul Adha pada tanggal 10 Dzulhijjah.

Hari besar dalam agama Islam ini merupakan peringatan peristiwa kurban, meneladani kisah Nabi Ibrahim AS dan anaknya Nabi Ismail AS.

Hari Raya Idul Adha dirayakan dengan salat Idul Adha lalu diikuti dengan penyembelihan kurban. Pada hari ini pula umat Islam dianjurkan untuk memperbanyak takbir.

6. Bulan berkurban

Selain ibadah haji, umat Islam juga disunahkan untuk berkurban pada bulan ini. Berkurban dilakukan dengan menyembelih hewan kurban lalu membagikannya kepada sesama. Perintah berkurban terdapat dalam Alquran.

"Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzekikan Allah kepada mereka, maka Tuhanmu ialah Tuhan Yang Maha Esa, karena itu berserah diri-lah kamu kepada-Nya. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah)," terjemahan surat Al-Hajj ayat 34.

Allah SWT menjanjikan banyak balasan kepada orang yang berkurban salah satunya harta yang dibersihkan dan rezeki yang terus dilimpahkan.

7. Hari Tasyrik

Pada bulan Dzulhijjah terdapat pula hari Tasyrik yakni setelah Hari Raya Idul Adha pada tanggal 11, 12, 13 Dzulhijjah. Tahun ini, Idul Adha atau 10 Dzulhijjah jatuh pada tanggal 31 Juli 2020.

Hari Tasyrik adalah hari di mana umat Islam dilarang berpuasa, tapi dianjurkan banyak berzikir dan berbagi. Ustaz Yusuf Mansur menjelaskan sebab haramnya berpuasa di hari Tasyrik karena pada hari itu dianjurkan untuk menikmati makanan dan minuman serta berzikir kepada Allah SWT. Anjuran itu didasarkan atas hadis Imam Nawawi dalam Kitab Syarh Muslim.

"Imam Nawawi berkata, 'hadis ini menjadi dalil bagi ulama yang mengatakan bahwa berpuasa di hari-hari Taysrik tidak sah,'" kata Yusuf kepada CNNIndonesia.com.

Pada hari Tasyrik pula umat Islam dapat merayakan Hari Raya Kurban dengan berbagi dan menikmati daging kurban. Pada hari Tasyrik umat Islam juga dianjurkan untuk memperbanyak takbir.

Keutamaan bulan Dzulhijjah ini bisa didapatkan oleh setiap muslim dengan memperbanyak ibadah dan amal saleh.

Sumber : CNNindonesia.com


Share:

Pahala membaca Al-Qur'an

 


ALQURAN adalah kalam Allah SWT, mukjizat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad , di tulis dalam mushaf dan diriwayatkan secara mutawatir, serta membacanya adalah termasuk ibadah.

Sebaik-baik manusia yang mempelajari dan mengajarkan Alquran. Sabda Nabi Muhammad : “Sebaik-baik kalian adalah siapa yang memperlajari Alquran dan mengamalkannya.” (HR. Bukhari)

Membaca Alquran juga mendatangkan pahala. Rasulullah  bersabda: “Siapa saja membaca satu huruf dari Kitab Allah (Alquran), maka baginya satu kebaikan, dan satu kebaikan itu dibalas dengan sepuluh kali lipatnya.” (HR. At-Tirmidzi).

Dikutip dari buku Tajwid Lengkap Asy-Syafi’i karya Abu Ya’la Kurnaedi, pahala yang disebutkan oleh Abdullah bin Mas’ud adalah: “Aku mendengar Nabi  bersabda: ‘Barang siapa membaca satu huruf dari Kitabullah maka dia mendapatkan satu pahala, dan satu pahala itu dilipatgandakan menjadi sepuluh pahala. Aku tidak mengatakan alif lam mim sebagai satu huruf, tetapi alif satu huruf, lam satu huruf, dan mim satu huruf'”.

Hadits yang diriwayatkan oleh Imam at-Tirmidzi tersebut menunjukkan bahwa pahala yang dimaksudkan khusus untuk orang yang membaca Alquran. Adapun pahala bagi orang yang mendengarkan bacaan Alquran, maka kepastian pahalanya hanya diketahui oleh Allah Ta’ala.

Adapun bagi seseorang yang diam dan menyimak bacaan Alquran serta mengamalkan kandungannya, maka semoga dia memperoleh kebaikan yang banyak. (Fatawa al-Lajnah ad-Daimah lil Buhuts al-Ilmiyyah wal Ifta).

Sementara itu, membaca Alquran memiliki sejumlah keutamaan, salah satunya yakni perniagaan yang tidak pernah merugi.

اِنَّ الَّذِيۡنَ يَتۡلُوۡنَ كِتٰبَ اللّٰهِ وَاَقَامُوا الصَّلٰوةَ وَاَنۡفَقُوۡا مِمَّا رَزَقۡنٰهُمۡ سِرًّا وَّعَلَانِيَةً يَّرۡجُوۡنَ تِجَارَةً لَّنۡ تَبُوۡرَۙ اِنَّ الَّذِيْنَ يَتْلُوْنَ كِتٰبَ اللّٰهِ وَاَقَامُوا الصَّلٰوةَ وَاَنْفَقُوْا مِمَّا رَزَقْنٰهُمْ سِرًّا وَّعَلَانِيَةً يَّرْجُوْنَ تِجَارَةً لَّنْ تَبُوْرَۙ

“Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca Kitab Allah (Alquran) dan melaksanakan shalat dan menginfakkan sebagian rezeki yang Kami anugerahkan kepadanya dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perdagangan yang tidak akan merugi, agar Allah menyempurnakan pahalanya kepada mereka dan menambah karunia-Nya. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Mensyukur” (Alquran surat Al Fathur ayat 39-40). Wallahu a’lam.

Sumber : https://www.unpak.ac.id/khazanah-ramadhan/berapa-besar-pahala-orang-yang-membaca-dan-yang-mendengarkan-alquran

Share:

Janji Allah SWT kepada Penghafal Al-Qur'an

 


Umat muslim tahu bahwa membaca Alquran walau satu huruf saja pahalanya sungguh luar biasa. Lantas bagaimana dengan seorang hafiz atau penghafal Alquran ? Di dalam Alquran dan hadis diketahui, Allah menjanjikan beberapa hal bagi para hafiz. Berikut adalah janji Allah bagi para penghafal Alquran.

Pertama, para hafiz disejajarkan dengan para nabi (sederajat), hanya saja para hafiz ini tidak mendapatkan atau dititipkan wahyu.
Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang membaca (menghafal) Alquran, maka sungguh dirinya telah menyamai derajat kenabian hanya saja tidak ada wahyu baginya (penghafal). Tidak pantas bagi penghafal Alquran bersama siapa saja yang ia dapati dan tidak melakukan kebodohan terhadap orang yang melakukan kebodohan (selektif dalam bergaul) sementara dalam dirnya terdapat firman Allah.” (HR. Hakim).
Kedua, Penghafal Qur'an merupakan keluarga Allah SWT.
Pada zaman Rasulullah Saw, menunjuk seorang hafiz untuk memimpin delegasi. Mekanismenya, Rasulullah SAW. akan menguji dan bertanya seputar hafalan, selanjutnya Rasulullah akan memilih para calon pegawai dengan berdasarkan pada yang paling banyak hafalannya.
“Sesungguhnya Allah itu mempunyai keluarga yang terdiri daripada manusia…” Kemudian Anas berkata lagi, “Siapakah mereka itu wahai Rasulullah?” Baginda manjawab, “yaitu ahli Quran (orang yang membaca atau menghafal Quran dan mengamalkannya). Mereka adalah keluarga Allah dan orang-orang yang istimewa bagi Allah.” (HR. Ahmad).
Ketiga, hafalan quran merupakan tanda orang yang diberi anugerah berupa ilmu. Sebab menghapal quran Sesuai dengan firman serta Janji Allah Swt.
“Sesungguhnya, Alquran itu adalah ayat-ayat yang nyata di dalam dada orang-orang yang diberi ilmu. Dan tidak ada yang mengingkari ayat-ayat Kami kecuali orang-orang yang zalim.” (QS Al-Ankabut : 49).
Keempat, hafiz itu terhormat. Menghomati penghafal quran itu berarti mengagungkan Allah. Hal ini sesuai dengan yang terdapat di dalam hadis.
Rasulullah bersabda “Di antara perbuatan mengagungkan Allah adalah menghormati orang Islam yang sudah tua, menghormati orang yang menghafal quran yang tidak berlebih-lebihan dalam mengamalkan isinya dan tidak membiarkan Alquran tidak diamalkan serta menghormati kepada penguasa yang adil.” (HR. Abu Daud).
Kelima, penghafal quran senantiasa akan menjadi imam dalam melaksanakan salat berjamaah. Sebab yang bisa menjadi imam salat adalah mereka yang paling banyak hafalannya. Seperti yang terdapat di dalam hadis.
Rasulullah SAW, bersabda: “Yang menjadi imam dalam salat suatu kaum adalah yang paling banyak hafalannya.” (HR. Muslim).
Keenam, penghafal quran akan mendapatkan beberapa keutamaan.
Allah akan memberikan kepada hafiz di akhirat; mahkota kehormatan. Sesuai dengan yang terdapat di dalah sebuah hadis, dari Abu Hurairah ra, ia berkata, “Baginda bersabda, orang yang hafal Alquran kelak akan datang dan Alquran akan berkata: “Wahai Tuhan, pakaikanlah dia dengan pakaian yang baik lagi baru.” Maka orang tersebut diberi mahkota kehormatan. Alquran berkata lagi: “Wahai Tuhan tambahkanlah pakaiannya.” Kemudian orang itu diberi pakaian kehormatannya. Alquran berkata lagi: “Wahai Tuhan, ridhailah dia.” Maka kepadanya dikatakan, “Baca dan naiklah.” Dan untuk setiap ayat, ia diberi tambahan satu kebajikan.” (HR. At Tirmidzi).
Akan dikumpulan bersama malaikat yang mulia lagi taat.
“Dan perumpamaan orang yang membaca Aquran sedangkan ia hafal ayat-ayat-Nya bersama para malaikat yang mulia dan taat.” (Muttafaqun ‘alaih).
Para hafiz pun akan ditinggikan derajatnya saat berada disurga. Betapa baiknya manfaat Alquran untuk para penghafalnya. Sesuai dengan sebuah hadis yang bunyinya, dari Abdillah bin Amri bin ‘Ash dari nabi SAW. Beliau bersabda,
“Akan dikatakan kepada shahib quran, “Bacalah dan naiklah serta tartilkan sebagaimana engkau mentartilkan Alquran di dunia sesungguhnya kedudukanmu di akhir ayat yang kau baca.” (HR Abu Daud dan At-Tirmidzi).
Para hafiz quran akan mendapatkan pertolongan (syafaat), hadits-nya, dari Abi Umamah ra, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah SAW berkata,
“Bacalah Quran, sesungguhnya ia akan menjadi pemberi syafaat pada hari kiamat bagi para pembacanya (penghafal).” (HR. Muslim).
Taksaja bagi para hafiz itu sendiri, orangtua para penghafal Alquran pun akan mendapatkan pertolongan. Dalam hadis disebutkan, dari Buraidah Al Aslami ra, ia berkata bahwa ia mendengar Rasulullah SAW bersabda,
“Siapa yang membaca Alquran, mempelajarinya dan mengamalkannya, maka dipakaikan mahkota dari cahaya pada hari kiamat, cahayanya seperti cahaya matahari, kedua orang tuanya dipakaikan dua jubah (kemuliaan), yang tidak pernah didapatkan di dunia, keduanya bertanya: mengapa kami dipakaikan jubah ini? Dijawab “Karena kalian berdua memerintahkan anak kalian untuk mempelajari Alquran”. (HR. Al Hakim).
Menghafal Alquran berfaedah bagi setiap penghafal dalam urusan perniagaan mereka. Dalam Alquran dijelaskan,
“Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebagian rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi, agar Allah menyempurnakan kepada mereka pahala dan menambah kepada mereka dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri.” (QS Faathir : 29-30).
Demikian janji Allah kepada para hafiz Alquran. Semoga informasi di atas bermanfaat. (islampos.com/Nanik)
The post Masya Allah, Inilah Janji Allah Bagi Seorang Hafiz appeared first on PortalMadura.com.
Share:

toko islam

toko islam

Popular Posts

Umroh Murah Ibadah Berkah

  UMRAH PASTI MAMPU!!!!! 🕋🕋 Di Tanur Ada program keren namanya Easy Umrah apa aja sih easy nya klo anda mau umrah DI TANUR cekidottt 👇 1....

Kajian Umum